JAKARTA. Harga nikel berhasil menguat di akhir pekan kemarin. Namun, jalan pendakian harga nikel tampaknya akan menemui banyak rintangan. Data Bloomberg Jumat (10/4) memperlihatkan, harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) senilai US$ 12.625 per metrik ton atau menguat 0,8% dibandingkan dengan hari sebelumnya. Namun, dalam sepekan terakhir, nikel masih menorehkan kerugian 3%. Ibrahim, analis dan Direktur PT Equilibrium Komoditi Berjangka, mengatakan, kenaikan harga nikel bersifat semu. Kenaikan ini memberikan kesempatan bagi pelaku pasar mengambil posisi jual saat harga tinggi. Ke depan, harga nikel masih berpotensi terganggu sentimen Tiongkok.
Seperti diketahui, Pemerintah China memproyeksi, angka pertumbuhan ekonomi tahun 2015 hanya 7%. Proyeksi ini mungkin meleset. "Saat ini aktivitas manufaktur China masih kontraksi. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh indeks manufaktur yang di rilis di bawah level 50," ungkap Ibrahim. Masih dari China, sentimen negatif lain yang menghadang laju nikel adalah anjloknya tingkat penjualan properti di 60 kota besar di Tiongkok. Dari 70 kota besar, hanya 10 kota yang masih menunjukkan pertumbuhan penjualan properti. Kondisi ini turut mendepresiasi harga nikel. China merupakan negara pengguna nikel terbesar. Rapuhnya ekonomi China dikhawatirkan mengancam permintaan dari Negeri Panda. Sentimen lain datang dari Eropa. Kini, Bank Sentral Eropa (ECB) tengah gencar membeli obligasi berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS). Akibatnya, suplai dollar AS di pasar berkurang.