Harga nikel tertekan dollar AS



JAKARTA. Harga nikel kembali terlempar.

Menguatnya mata uang dollar Amerika Serikat (AS) serta buruknya data perekonomian China menyeret harga komoditas ini.

Mengutip Bloomberg Selasa (10/11) pukul 09.51 WIB, harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) merosot 1,6% dibandingkan hari sebelumnya menjadi US$ 9.425 per metrik ton.


Sepekan, harga nikel sudah menukik 5,03%.

Pengamat Komoditas SoeGee Futures, Ibrahim menjelaskan, ada beberapa faktor yang menekan harga nikel.

Pertama, rilis data inflasi China (Consumer Price Index) per Oktober 2015 yang hanya tumbuh 1,3 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan pencapaian September 2015 sebesar 1,6% (yoy) serta ekspektasi analis yang dipatok 1,5%.

Ada pula data perkembangan harga bagi produsen (Producer Price Index) per Oktober 2015 yang turun 5,9%, koreksi yang sudah terjadi selama 44 bulan.

Wajar, China merupakan produsen sekaligus konsumen nikel terbesar di dunia.

Analis East Asia Futures Jia Zheng di Shanghai menuturkan bahwa data inflasi menunjukkan permintaan nikel di Negeri Tirai Bambu belum pulih.

Lihat saja pengiriman nikel ke luar negeri yang amblas 6,9% selama Oktober 2015.

Kedua, keperkasaan mata uang dollar AS menggerus permintaan nikel.

Sebab, komoditas ini diperdagangkan dalam mata uang yang kian mahal.

Mengacu Bloomberg pada Selasa(10/11) pukul 14.32 WIB, indeks dollar AS naik 0,1% dibandingkan hari sebelumnya ke level 99,08.

Mata uang negeri paman sam memang sedang kinclong akibat solidnya tenaga kerja mereka.

Akhir pekan lalu, AS merilis data jumlah tenaga kerja di luar sektor pertanian (Nonfarm Payroll) per Oktober 2015 yang mencapai 271.000 orang.

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan estimasi analis yang dipatok 190.000 tenaga kerja.

Ada pula data angka pengangguran AS per Oktober 2015 yang membaik dari semula 5,1% menjadi 5%.

"Data tersebut menguatkan spekulasi kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS alias The Fed pada Desember 2015. Faktor ini merupakan salah satu penyebab utama permintaan nikel menurun," papar Ibrahim.

Ketiga, Organisation for Economic Co-operation and Development alias OECD kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2015 dari semula 3% menjadi 2,9%.

Kekhawatiran mengenai perlambatan ekonomi turut menggerus permintaan dan harga nikel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto