Harga nikel terus melaju, ini deretan sentimen pendorongnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Awal tahun 2021 menjadi awal yang cemerlang bagi komoditas nikel. Melansir Bloomberg, per Kamis (7/1), harga nikel di bursa London Metal Exchange (LME) untuk kontrak tiga bulanan berada di level US$ 18.109 per ton. Ini merupakan harga tertingginya sejak Oktober 2014.

Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Maryoki Pajri Alhusnah menilai, pergerakan harga nikel global lebih terdorong oleh faktor perbaikan ekonomi China, dimana China juga berencana untuk meningkatkan konsumsi nikel untuk kendaraan listrik dan stainless steel. 

Selain itu, pembatasan ekspor bijih nikel yang masih diberlakukan Pemerintah Indonesia juga menjadi katalis positif untuk harga nikel.


Lebih lanjut, turunnya persediaan nikel di Shanghai Futures Exchange sebesar 18.000 ton juga mendorong kenaikan harga nikel. Meskipun jika dilihat dari persediaan di LME sendiri, persediaan nikel masih cukup tinggi yakni 240.000 ton.

Maryoki menilai, kenaikan harga nikel juga didorong oleh ekspektasi permintaan kendaraan listrik yang akan naik. Hal ini ditunjukkan dengan program stimulus di banyak negara, termasuk dukungan kendaraan listrik untuk mengimbangi dampak ekonomi dari pandemi. 

Baca Juga: Harga mobil listrik perlu ditekan hingga mencapai di bawah Rp 450 juta per unit

China misalnya, memperpanjang kebijakan subsidi hingga 2022 dan beberapa negara Uni Eropa (UE) telah meningkatkan subsidi untuk kendaraan listrik, serta target emisi yang lebih ketat.

“Untuk pengembangan mobil listrik di Indonesia, untuk saat ini masih mempengaruhi market domestik saja, belum ke harga nikel global. Karena proyek pengembangan ini juga masih sebatas Memorandum of Understanding (MoU) dan rencana, belum ada kepastian kapan akan dilaksanakan,” terang Maryoki saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (8/1).

Namun, lanjut dia, jika pengembangan proyek mobil listrik ini terjadi dalam waktu dekat, tentunya akan menjadi katalis positif untuk komoditas nikel.

Senada, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya dan Emma A. Fauni, dalam risetnya, Jumat (8/1) menilai, meningkatnya produksi baja China didukung sektor infrastruktur Negeri Panda tersebut yang terus berkembang serta adanya permintaan baja yang meningkat dari mega proyek One Belt One Road.

Perluasan aktivitas konstruksi China tercermin dalam aktivitas Purchasing Managers’ Index konstruksi China, yang naik menjadi 60,7 pada Desember 2020 (berbanding 59,8 pada November 2020).  “Permintaan nikel yang lebih tinggi  yang berasal dari meningkatnya produksi baja China serta permintaan nikel yang meningkat dari segmen baterai kendaraan listrik juga terus mendorong harga nikel,” tulis Hariyanto dan Emma, Jumat (8/1).

NH Korindo Sekuritas berekspektasi bahwa harga nikel akan berada pada rentang US$ 16.000- US$ 17.000 per ton tahun ini. Namun, jika dilihat kondisi sekarang yang tentunya sudah di luar ekspektasi, NH Korindo Sekuritas memproyeksikan kenaikan harga nikel tidak akan sesignifikan ini di awal tahun 2021.

“Walaupun begitu, dengan melihat beberapa katalis yang ada dan yang akan menjadi katalis untuk nikel sendiri, maka kami tetap memproyeksikan harga nikel akan tetap volatile di kisaran US$ 16.000-US$ 17.000 per ton untuk tahun 2021,” pungkas Maryoki. 

Selanjutnya: Kementerian ESDM proyeksikan ada empat smelter baru di 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi