Harga obligasi masih tertekan



JAKARTA. Dampak kenaikan suku bunga acuan atawa BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,25% membuat pasar obligasi di akhir pekan lalu kian tertekan. Tengok saja, berdasarkan data Bloomberg, indeks harga surat utang negara (SUN), Jumat (13/9), turun 1,65% menjadi 1.308,60 dibanding sehari sebelumnya. Harga SUN acuan pun kompak terkoreksi yang otomatis mengerek naik imbal hasil (yield), meski tidak terlampau besar.

Harga SUN acuan seri FR0063 pada akhir pekan lalu terkoreksi 0,58% menjadi 80,29 dibanding sehari sebelumnya. Ini membuat yield surat utang bertenor 10 tahun itu naik dari 8,59% menjadi 8,67%. Harga SUN acuan seri FR0064 bertenor 15 tahun turun 0,62% menjadi 76,64 dan imbal hasil naik dari 8,95% menjadi 9,02%.

Sementara, harga SUN acuan seri FR0065 bertenor 20 tahun terpangkas 0,48% menjadi 77,54 sehingga imbal hasil terangkat menjadi 9,097% dari sebelumnya 9,046%. Adapun, imbal hasil seri FR0066 bertenor 5 tahun naik dari 7,91% menjadi 8,01% dan harga terkoreksi 0,38% menjadi 89,42.


Dalam beberapa waktu terakhir, pasar obligasi memang sedang dalam tekanan. Laju inflasi tinggi serta data ekonomi Indonesia yang suram menyebabkan imbal hasil SUN melonjak. Namun, Head of Fixed Income Herdi Ranu Wibowo BCA Sekuritas mengatakan, tekanan pada pasar obligasi akan mereda seiring dengan angka inflasi yang diprediksi akan melandai. "Imbal hasil SUN bertenor 10 tahun akan berada di kisaran 8,6% di akhir 2013. Tahun depan, yield obligasi ini akan semakin turun ke level 7,3%," ujar dia.

Masih akan tertekan

Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Fakhrul Aufa berpendapat, saat ini pasar obligasi di dalam negeri masih dibayangi oleh berbagai sentimen negatif, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Salah satu faktor dari global yang memicu tekanan hebat di pasar obligasi domestik adalah spekulasi pengurangan stimulus moneter di Amerika Serikat (AS) oleh The Federal Reserve (The Fed).

Selain itu, dari dalam negeri, pergerakan nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dollar AS juga menambah beban di pasar surat utang Indonesia. Amunisi BI dengan menaikkan BI rate berkali-kali dalam empat bulan terakhir tampaknya belum cukup ampuh membuat rupiah terangkat.

Lihat saja, rupiah sejak Juli 2013 hingga akhir pekan lalu terus melemah dari 9.808 menjadi 11.232 per dollar AS atau turun 14,51%.  Seperti kita tahu, pada 13 Juni 2013, BI menaikkan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 6%. Sebulan kemudian pada 11 Juli, BI rate kembali naik 50 basis poin menjadi 6,5%. Akhir Agustus 2013, suku bunga acuan ini kembali naik sebesar 50 basis poin menjadi 7%. Pekan lalu, BI rate kembali naik 25 basis poin menjadi 7,25%.  

Memang, efek kenaikan BI rate membuat rupiah sedikit menguat di akhir pekan lalu. Fakhrul bilang, jika rupiah terus menguat, kemungkinan harga obligasi bisa menuat. Tetapi kalau ternyata rupiah masih melemah, harga obligasi akan bergerak turun. "Kemungkinan pekan ini pasar obligasi masih akan dibayangi sentimen negatif," prediksi Fakhrul.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini