KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan harga pangan pada akhir tahun disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan namun tak diimbangi oleh peningkatan suplai. Pengamat Pertanian Center of Reform on Economics (Core) Eliza Mardian mengatakan bahwa kenaikan harga pangan di akhir tahun selama momen Natal dan Tahun Baru (Nataru) memang umum terjadi. “Secara
pattern, menjelang Nataru harga-harga pangan memang relatif lebih mahal. Karena adanya peningkatan
demand, sementara dari sisi
supply relatif tetap,” kata dia kepada Kontan.co.id, Minggu (29/12).
Namun demikian, Eliza memproyeksi, kenaikan harga pangan itu juga sedikit banyak terstimulasi oleh wacana penerapan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun depan.
Baca Juga: Ekonom BCA Prediksikan Inflasi Desember Mencapai 1,60% YoY Meskipun kenaikan PPN menjadi 12% tak berdampak langsung pada sejumlah komoditas pangan, akan tetapi Eliza menyebut peningkatan harga bakal tetap terjadi lantaran adanya tambahan biaya logistik hingga upah tenaga kerja. “Karena upah tenaga kerja harus disesuaikan, maka komponen biaya produksi dan biaya logistik ini akan menyesuaikan, menjadi meningkat. Ujung-ujungnya karena biaya produksi & distribusi meningkat, maka harga produk tersebut dapat ikut terkerek,” tuturnya. Di samping itu, bayang-bayang kenaikan harga pangan juga bakal terus berlanjut lantaran La Nina hingga cuaca ekstrem bakal mengganggu produksi pertanian nasional. “Kemudian, kita perlu waspadai inflasi yang akan melambung akibat kebijakan PPN 12% yang secara tidak langsung dapat mengerek harga lainnya. Apalagi jika dari sisi
supply mengalami penurunan akibat kurang optimalnya mitigasi dari La Nina dan ditambah akan ada peningkatan
demand di kuartal I/2025 karena momentum Ramadan dan Lebaran,” tegasnya.
Baca Juga: Harga Pangan Pokok di Nataru 2024: Cabai, Gula, Bawang Merah dan Putih Naik Harga Sementara itu, Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan bahwa kenaikan harga pangan hanya akan terjadi sementara waktu seperti pada momen Nataru. "Ini gejala temporer. Bahwa tahun baru ada peluang kenaikan permintaan, ya. Tapi tidak besar kenaikannya," kata Khudori kepada Kontan.co.id. Menurutnya, kenaikan harga sejumlah komoditas pangan ini juga disebabkan oleh produksi yang naik-turun (fluktuatif) dan belum ada ramuan yang tepat dari pemerintah untuk mengentaskan masalah tersebut. "Produk hortikultura, seperti bawang dan cabai, itu memang fluktuatif produksinya. Itu yang membuat harganya fluktuatif, sampai sekarang pemerintah belum menemukan obatnya," tandasnya.
Baca Juga: Mengerek Serapan Gabah dan Produksi 2025 Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi komponen harga bergejolak secara bulanan yang didominasi komoditas pangan pada Desember 2023 berada di angka yang cukup baik, yakni di 1,42%. Dalam penjelasannya, angka tersebut menurun dibandingkan inflasi pangan secara bulanan di Desember 2022 yang kala itu berada di 2,24% dan Desember 2021 di 2,32%.
Sementara kondisi inflasi pangan secara bulanan yang terkini di November 2024 terus membaik di 1,07%. Kestabilan inflasi pangan turut dipengaruhi pula terhadap kuatnya stok pangan yang dikelola pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati