KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pemerintah menahan lonjakan harga bahan pangan pada tahun ini bisa dibilang sukses. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan harga bahan pangan sepanjang periode Januari 2017-November 2017 tercatat turun atau deflasi sebesar 0,98% dibanding periode sama tahun sebelumnya. Bahkan penurunan harga pangan secara umum ini merupakan yang pertama kali dalam 10 tahun terakhir. Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag) Ninuk Rahayuningrum mengklaim, prestasi ini merupakan hasil kerja keras pemerintah menekan kenaikan harga pangan sepanjang tahun 2017. "Deflasi ini tidak terlepas dari upaya Kemdag dan instansi pemerintah yang lainnya dalam menjaga harga dan stok pangan," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (5/12).
Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat Khudori juga menilai deflasi tahunan untuk sektor pengeluaran bahan makanan ini perlu diapresiasi. Menurutnya, hal ini menunjukkan pemerintah mampu mengendalikan harga pangan meskipun tidak terlalu signifikan. Dia menilai, stabilitas harga ini merupakan buah atas kehadiran Satgas Pangan yang bisa menekan pengusaha yang selama ini berada di posisi dominan dalam memainkan harga pangan. Namun begitu, dia menilai, bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya harga pangan saat ini cukup tinggi. "Meskipun harga pangan cenderung stabil, tetapi stabilnya di level tinggi," ungkapnya. Khudori menyatakan, pemerintah harus serius mengendalikan harga pangan dan menekan turun. Sebab sampai saat ini, pemerintah belum juga berhasil mengendalikan harga pangan di pasar tradisional. Memang Kemdag telah memberlakukan Harga Eceran Tertinggi (HET) sejumlah bahan pangan. Namun, ketentuan itu tak mampu menekan harga pangan turun. Ia mengambil contoh harga daging sapi yang tetap stabil di kisaran Rp 120.000 per kg. Salah diagnosa Dewan Pembina Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia M Husein Sawit justru mengkhawatirkan tren adanya deflasi tahunan pada harga pangan. Sebab fenomena itu berpotensi menimbulkanĀ
disinvestasiĀ bagi perusahaan di bidang pangan. Ia mengingatkan, pemerintah agar jangan salah mendiagnosa. Bila pemerintah saat ini fokus menekan inflasi maka bisa menutup peluang pengembangan investasi di bidang pangan dalam negeri. "Saat ini banyak industri penggilingan padi yang berhenti produksi akibat harga gabah yang tinggi dan penekan pada harga jual dengan sistem HET," ujarnya. Dari fakta ini, Husein menyimpulkan, pemerintah telah salah mendiagnosis masalah pangan dalam negeri. Upaya untuk menekan inflasi justru berujung pada matinya industri pangan domestik.
Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri menambahkan, terjadinya deflasi pangan tahun ini tak terlepas dari minimnya daya beli konsumen dan menumpuknya stok pangan. "Sekarang pasar lagi sepi, padahal stok relatif masih banyak, akibatnya harga-harga pada turun," ujarnya. Namun, mulai awal Desember ini harga sejumlah pangan mulai naik. Ia mengambil contoh harga minyak goreng dari Rp 12.400 menjadi Rp 12.700 per liter. Kini, rata-rata harga pangan di pasar naik kisaran Rp 500, dan akan terus berlangsung sampai akhir tahun. Bila tidak diantisipasi, kenaikan harga pangan bisa mencapai antara 30% hingga 50% sampai akhir tahun. Banjir dan cuaca ekstrem yang terjadi sekarang bisa berdampak pada ketersediaan pangan bulan depan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini