Harga pasar wajar obligasi berlaku



JAKARTA. Reksadana berbasis obligasi bakal tertekan di tahun ini. Maklum, sejak awal Januari ini, reksadana beraset dasar obligasi mulai menghadapi penghitungan harga baru.

Aturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) Nomor IV.C.3 tentang nilai pasar wajar dari efek dalam portofolio reksadana mulai berlaku awal Januari 2013 ini. Dengan aturan itu, manajer investasi harus mengikuti harga pasar wajar yang ditetapkan Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) sebagai acuan penghitungan nilai pasar wajar efek dalam portofolio reksadana.

Analis IBPA, Fakhrul Aufa mengatakan, pihaknya akan menetapkan rentang harga pasar wajar. Jadi, IBPA tidak hanya menetapkan satu harga saja. Nantinya, manajer investasi diperbolehkan untuk memilih diantara rentang harga yang ditetapkan IBPA setiap harinya tersebut. "Bila manajer investasi menggunakan harga di luar rentang harga yang kami tetapkan, maka manajer investasi harus memberikan alasan kepada Bapepam-LK," ujar Fakhrul kepada KONTAN, Rabu (2/1).


Harga pasar wajar tersebut disajikan secara harian. Untuk mengakomodasi aturan Bapepam LK itu, IBPA meluncurkan sistem solusi IV.C.2. Sistem ini bisa diakses oleh manajer investasi dan bank kustodian. "Manajer investasi bisa memasukkan harga setelah pukul 16.30 setiap hari. Harga akan berbeda untuk masing-masing seri obligasi," kata dia.

Hingga akhir Desember 2012, IBPA menerbitkan secara harian harga pasar wajar untuk 109 seri instrumen obligasi pemerintah dengan nilai nominal mencapai Rp 1.067 triliun. Jumlah ini mencakup 97,32% dari seluruh instrumen surat berharga negara yang dapat diperdagangkan.

Untuk instrumen korporasi, IBPA menilai dan menetapkan harga pasar wajar secara rutin untuk 333 seri obligasi korporasi dan sukuk ijarah korporasi dengan peringkat investment grade. Total nilai nominal obligasi korporasi itu mencapai Rp 186,42 triliun. Hingga akhir 2012, IBPA menerbitkan referensi harga pasar wajar atas 442 seri surat utang dengan total nilai mencapai Rp 1.253,42 triliun.

Pengaruh terbatas

Aturan ini bakal mempengaruhi angka dana kelolaan reksadana, terutama reksadana pendapatan tetap dan reksadana campuran yang memiliki aset dasar obligasi. Hingga Desember 2012, dana kelolaan reksadana pendapatan tetap mencapai Rp 35,47 triliun. Dana kelolaan reksadana campuran Rp 22,01 triliun.

Fakhrul mengaku, selama ini telah melakukan kajian atas aturan Bapepam LK IV.C.2 itu. Dari hasil kajian itu, kata Fakhrul, tidak ada perbedaan dana kelolaan atau nilai aktiva bersih (NAB) reksadana secara signifikan. "Ujicoba sudah kami lakukan sebelumnya, tetapi perubahan NAB tidak signifikan karena manajer investasi masih bisa memilih harga pasar wajar sepanjang masih masuk dalam rentang harga yang kami tentukan," tutur dia.

Kendati demikian, ada sejumlah manajer investasi yang mengalami penurunan NAB akibat aturan itu. Dia menduga, hal tersebut terjadi karena sebelumnya manajer investasi menetapkan harga dari efek dalam portofolio reksadana lebih tinggi ketimbang harga pasar wajarnya. "Sebelumnya manajer investasi menentukan harga efek dalam portofolio reksadana seenaknya, sehingga mungkin ada beberapa yang sengaja menentukan harga lebih tinggi," tutur dia.

Analis PT Infovesta Utama Edbert Suryajaya mengatakan, kinerja masing-masing produk reksadana akan lebih akurat setelah pemberlakuan aturan. "Hal ini berbeda dari sebelumnya yang bisa dibilang kurang akurat karena efek dalam reksadana dinilai dengan nilai yang berbeda-beda," tutur Edbert.

Bapepam-LK pernah menerapkan penghitungan aset pendapatan tetap yang mengacu pada harga pasar wajar alias marked to market pada 2005. Ketika itu, ketidakjelasan penghitungan menimbulkan kepanikan investor. Dana kelolaan reksadana turun dari Rp 103,6 triliun di awal 2005 menjadi Rp 27,6 triliun pada akhir tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati