JAKARTA. Penjualan Pertamax Pertamina mengalami sedikit kenaikan pada bulan Juni 2011 dibandingkan dengan bulan Mei 2011. Pada bulan Juni 2011, penjualan Pertamax tembus hingga 1410 kiloliter perhari. Pada bulan Mei 2011, penjualan Pertamax sebesar 1.250 kiloliter perhari. Dus, penjualan Pertamax ada kenaikan sekitar 1,28%."Penjualan Pertamax pada bulan Juni 2011 naik dibandingkan bulan sebelumnya sebagai dampak dari sosialisasi pengaturan bbm bersubsidi dan turunnya harga Pertamax," ujar Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementrian ESDM, Evita Herawati Legowo, Kamis (7/7).Meski penjualan Pertamax pada Juni naik dibandingkan dengan penjualan Mei 2011, apabila dibandingkan dengan awal tahun, konsumsi Pertamax masih turun. Pada Januari, penjualan Pertamax mencapai 2.030 kiloliter perhari. Penjualan ini karena harga jual Pertamax masih di sekitar Rp 7.500- Rp 7.850 per liter.Kemudian pada bulan Februari ketika harga Pertamax naik menjadi Rp 7.950, penjualan Pertamax turun menjadi 1.090 kiloliter perhari. Penjualan Pertamax makin tergerus turun pada bulan-bulan selanjutnya. Pada bulan Maret, harga Pertamax terus naik hingga Rp 8.100 per liter konsumsi pertamax hanya sekitar 1.630 kiloliter perhari.Kondisi ini masih berlanjut hingga bulan April. Pada April 2011, harga Pertamax mencapai Rp 8.700 per liter, penjualan pertamax hanya sebesar 1.550 kiloliter perhari. Puncaknya ketika bulan Mei, harga Pertamax menyentuh level Rp 9.000an per liter, penjualan Pertamax hanya sekitar 1.250 kiloliter perhari. "Penjualan Pertamax pada Juni 2011 mulai merangkak naik ketimbang bulan Mei 2011," jelas Evita.Berbeda halnya dengan konsumsi bbm non subsidi yang mengalami penurunan, konsumsi bbm subsidi justru mengalami kenaikan. Karena harga bbm subsidi sepanjang Januari hingga Juni 2011 stabil sebesar Rp 4.500 perliter.Pada Januari, konsumsi bbm subsidi sebesar 64.100 kiloliter perhari. Pada Februari dan Maret, konsumsi naik masing-masing sebesar 65.090 kiloliter perhari dan 66.820 kiloliter perhari. Pada April dan Mei, konsumsi bbm subsidi terus naik karena harga bbm non subsidi naik. Pada April konsumsi bbm subsidi sebesar 66.830 kiloliter perhari. Sementara untuk bulan Mei, konsumsi bbm subsidi sebesar 67.900 kiloliter."Pada Juni, konsumsi naik tinggi hingga 69.310 kiloliter perhari. Karena disparitas harga makanya konsumsi bbm subsidi makin lama makin naik," lanjut Evita.Akibat dari konsumsi yang terus bertambah, mengakibatkan peristiwa kelangkaan di beberapa wilayah di Indonesia. Sebanyak 14 wilayah di Indonesia meminta tambahan kuota bahan bakar minyak (bbm) bersubsidi. Ke-14 wilayah itu dua diantaranya diusulkan oleh Pemerintah provinsi dan 12 wilayah lainnya diusulkan oleh pemerintah kabupaten. Ke-14 wilayah ini meminta tambahan kuota premium dan solar."Masih banyak yang meminta kuota tambahan baik kepada BPH Migas, Pertamina maupun ESDM," kata Evita. Ke-14 wilayah tersebut adalah Porpinsi Kalimantan Timur dan Propinsi Bangka Belitung. Sedangkan untuk wilayah kabupaten yang meminta tambahan kuota diantaranya adalah Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Siau Tagulandang, Kabupaten Lembata dan Kabupaten Sanggau. Selain ketujuh wilayah tersebut masih ada Kabupaten Poso, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Buru Selatan, Kabupaten Panial, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawiyaja dan Kabupaten Puncak Jaya.Sebelumnya, Anggota Komite BPH Migas, Subagyo mengatakan, solusi untuk mengatasi disparitas harga supaya tidak memicu kelangkaan dan penyelewengan bbm subsidi adalah dengan menaikkan harga bbm subsidi. "Namun, ini kan tergantung dari kebijakan pemerintah mau tidak untuk menaikkan harga," terang Adi.Menurut Adi, antrian panjang di SPBU tersebut sebenarnya bukan karena langkanya BBM. Secara pasokan, Pertamina masih mempunyai stok yang cukup untuk dipasok ke masyarakat. Namun, terjadi penggunaan BBM berlebihan dan pertumbuhan kendaraan yang mencapai 22%. “Selain itu, masyarakat panik karena melihat antrian di SPBU, jadi ikut membeli dalam jumlah besar,” jelas dia.Dia juga menyebutkan, minimnya infrastruktur Pertamina juga menjadi penyebab antrian panjang di SPBU. Alasannya, pengiriman BBM oleh perusahaan minyak pelat merah itu masih sangat tergantung oleh kondisi cuaca. Depot milik Pertamina kebanyakan memang berlokasi di dekat sungai sehingga transportasi utamanya adalah kapal tangki. Namun, pengiriman akan terkendala jika air sungai surut dan kapal Pertamina sulit masuk depot. Pengiriman yang bisa dilakukan dalam 2 hari bisa molor menjadi 4 hari.Untuk itu, dia menyarankan, agar Pertamina segera melakukan perbaikan infrastruktur dengan memindahkan depot dan mengganti kapal tangki ukuran besar menjadi ukuran kecil. “Tetapi biaya operasi dengan kapal kecil lebih tinggi karena harus bolak-balik mengangkutnya,” kata dia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Harga Pertamax turun, penjualan selama bulan Juni naik 1,28%
JAKARTA. Penjualan Pertamax Pertamina mengalami sedikit kenaikan pada bulan Juni 2011 dibandingkan dengan bulan Mei 2011. Pada bulan Juni 2011, penjualan Pertamax tembus hingga 1410 kiloliter perhari. Pada bulan Mei 2011, penjualan Pertamax sebesar 1.250 kiloliter perhari. Dus, penjualan Pertamax ada kenaikan sekitar 1,28%."Penjualan Pertamax pada bulan Juni 2011 naik dibandingkan bulan sebelumnya sebagai dampak dari sosialisasi pengaturan bbm bersubsidi dan turunnya harga Pertamax," ujar Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementrian ESDM, Evita Herawati Legowo, Kamis (7/7).Meski penjualan Pertamax pada Juni naik dibandingkan dengan penjualan Mei 2011, apabila dibandingkan dengan awal tahun, konsumsi Pertamax masih turun. Pada Januari, penjualan Pertamax mencapai 2.030 kiloliter perhari. Penjualan ini karena harga jual Pertamax masih di sekitar Rp 7.500- Rp 7.850 per liter.Kemudian pada bulan Februari ketika harga Pertamax naik menjadi Rp 7.950, penjualan Pertamax turun menjadi 1.090 kiloliter perhari. Penjualan Pertamax makin tergerus turun pada bulan-bulan selanjutnya. Pada bulan Maret, harga Pertamax terus naik hingga Rp 8.100 per liter konsumsi pertamax hanya sekitar 1.630 kiloliter perhari.Kondisi ini masih berlanjut hingga bulan April. Pada April 2011, harga Pertamax mencapai Rp 8.700 per liter, penjualan pertamax hanya sebesar 1.550 kiloliter perhari. Puncaknya ketika bulan Mei, harga Pertamax menyentuh level Rp 9.000an per liter, penjualan Pertamax hanya sekitar 1.250 kiloliter perhari. "Penjualan Pertamax pada Juni 2011 mulai merangkak naik ketimbang bulan Mei 2011," jelas Evita.Berbeda halnya dengan konsumsi bbm non subsidi yang mengalami penurunan, konsumsi bbm subsidi justru mengalami kenaikan. Karena harga bbm subsidi sepanjang Januari hingga Juni 2011 stabil sebesar Rp 4.500 perliter.Pada Januari, konsumsi bbm subsidi sebesar 64.100 kiloliter perhari. Pada Februari dan Maret, konsumsi naik masing-masing sebesar 65.090 kiloliter perhari dan 66.820 kiloliter perhari. Pada April dan Mei, konsumsi bbm subsidi terus naik karena harga bbm non subsidi naik. Pada April konsumsi bbm subsidi sebesar 66.830 kiloliter perhari. Sementara untuk bulan Mei, konsumsi bbm subsidi sebesar 67.900 kiloliter."Pada Juni, konsumsi naik tinggi hingga 69.310 kiloliter perhari. Karena disparitas harga makanya konsumsi bbm subsidi makin lama makin naik," lanjut Evita.Akibat dari konsumsi yang terus bertambah, mengakibatkan peristiwa kelangkaan di beberapa wilayah di Indonesia. Sebanyak 14 wilayah di Indonesia meminta tambahan kuota bahan bakar minyak (bbm) bersubsidi. Ke-14 wilayah itu dua diantaranya diusulkan oleh Pemerintah provinsi dan 12 wilayah lainnya diusulkan oleh pemerintah kabupaten. Ke-14 wilayah ini meminta tambahan kuota premium dan solar."Masih banyak yang meminta kuota tambahan baik kepada BPH Migas, Pertamina maupun ESDM," kata Evita. Ke-14 wilayah tersebut adalah Porpinsi Kalimantan Timur dan Propinsi Bangka Belitung. Sedangkan untuk wilayah kabupaten yang meminta tambahan kuota diantaranya adalah Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Siau Tagulandang, Kabupaten Lembata dan Kabupaten Sanggau. Selain ketujuh wilayah tersebut masih ada Kabupaten Poso, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Buru Selatan, Kabupaten Panial, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawiyaja dan Kabupaten Puncak Jaya.Sebelumnya, Anggota Komite BPH Migas, Subagyo mengatakan, solusi untuk mengatasi disparitas harga supaya tidak memicu kelangkaan dan penyelewengan bbm subsidi adalah dengan menaikkan harga bbm subsidi. "Namun, ini kan tergantung dari kebijakan pemerintah mau tidak untuk menaikkan harga," terang Adi.Menurut Adi, antrian panjang di SPBU tersebut sebenarnya bukan karena langkanya BBM. Secara pasokan, Pertamina masih mempunyai stok yang cukup untuk dipasok ke masyarakat. Namun, terjadi penggunaan BBM berlebihan dan pertumbuhan kendaraan yang mencapai 22%. “Selain itu, masyarakat panik karena melihat antrian di SPBU, jadi ikut membeli dalam jumlah besar,” jelas dia.Dia juga menyebutkan, minimnya infrastruktur Pertamina juga menjadi penyebab antrian panjang di SPBU. Alasannya, pengiriman BBM oleh perusahaan minyak pelat merah itu masih sangat tergantung oleh kondisi cuaca. Depot milik Pertamina kebanyakan memang berlokasi di dekat sungai sehingga transportasi utamanya adalah kapal tangki. Namun, pengiriman akan terkendala jika air sungai surut dan kapal Pertamina sulit masuk depot. Pengiriman yang bisa dilakukan dalam 2 hari bisa molor menjadi 4 hari.Untuk itu, dia menyarankan, agar Pertamina segera melakukan perbaikan infrastruktur dengan memindahkan depot dan mengganti kapal tangki ukuran besar menjadi ukuran kecil. “Tetapi biaya operasi dengan kapal kecil lebih tinggi karena harus bolak-balik mengangkutnya,” kata dia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News