Harga rotan merosot Rp 8.000 - Rp 9.000 per kg



JAKARTA. Peraturan Menteri Perdagangan tentang larangan ekspor rotan mentah yang sudah berlaku hampir dua tahun mengakibatkan harga rotan di dalam negeri justru rontok. Saat ini harga beli rotan di kisaran Rp 8.000-Rp 9.000 per kilogram (kg).

Harga tersebut jauh di bawah harga rotan sebelum beleid tersebut berlaku. Rudyzar ZM, Koordinator Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) wilayah Kalimantan, membandingkan, sebelum larangan ekspor rotan mentah, harga rotan bisa mencapai  Rp 15.000 per kg sampai dengan Rp 18.000 per kg.

Hal senada dikemukakan Herman Yulius, Ketua Umum Asosiasi Rotan Kalimantan Indonesia (ARKI). Ia menilai, peraturan menteri perdagangan tersebut seharusnya membuat industri hilir rotan bergairah. "Tetapi kenyataannya, penyerapan di dalam negeri kecil dan pengumpul rotan hancur," kata Herman, Selasa (17/9). Tak heran harga rotan lokal cenderung anjlok.


Seperti pernah ditulis KONTAN, larangan ekspor rotan ini bertujuan untuk mendorong industri rotan di dalam negeri. Namun ternyata, menurut Herman, investasi di industri hilir rotan yang pernah dijanjikan oleh pemerintah pasca penerapan Permendag tersebut juga masih belum terlihat hingga kini.

Persoalan itulah yang saat ini memukul kalangan petani rotan.

Herman menjelaskan, dari satu pohon rotan hanya sekitar 20% yang diserap dan laku dibeli oleh industri pengolahan rotan lokal. Sementara 80% sisanya tidak laku dijual karena dinilai terlalu keras sehingga sulit untuk diproses.

Padahal, sebelum ada larangan ekspor rotan mentah, para pengumpul masih dapat menjual rotan-rotan yang tidak diminati oleh pasar lokal.

Melihat harga rotan yang rendah ini, Rudyzar berharap agar pemerintah tidak terlalu ketat dalam menerapkan kebijakan ekspor rotan mentah tersebut. "Paling tidak pemerintah memberikan izin ekspor rotan poles bagi perusahaan produsen berbasis rotan," ujar Rudyzar.

Ambar Cahyono, Ketua Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia (Asmindo) membenarkan, harga rotan saat ini memang stagnan dan relatif terjangkau bagi pengusaha mebel. "Harga relatif sama," kata Ambar.

Namun, Ambar mengingatkan bahwa untuk menghidupkan industri hilir rotan tidak mudah. Apalagi, kondisi pasar global pada saat ini juga sedang kurang menguntungkan. Ekonomi negara-negara maju tujuan ekspor mebel Indonesia sedang lesu. Proyeksi dia, setidaknya industri pengolahan rotan bisa berkembang dua hingga tiga tahun lagi.

Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI), jumlah perusahaan pengolah rotan terus berkurang. Misalnya, di Sumatera sebelumnya jumlah produsen bahan baku rotan mencapai 20 unit. Kini, hanya tersisa dua perusahaan pengolah bahan baku rotan di wilayah tersebut. Sementara di Kalimantan tersisa 15 perusahaan dari jumlah sebelumnya sebanyak 60 perusahaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Fitri Arifenie