JAKARTA. Lewat Program Fasilitas Likuiditas Perumahan, patokan maksimum harga hunian bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah bakal lebih tinggi ketimbang Program Subsidi Bunga. Tapi, jangan kuatir, pemerintah tetap menyiapkan subsidi sehingga angsuran bulanan kredit kepemilikan rumah (KPR) akan tetap rendah.Saat ini, pemerintah mematok harga maksimum Rumah Sederhana Sehat (RSH) bersubsidi sebesar Rp 55 juta per unit. Nantinya, harga maksimum hunian bagi masyarakat berpenghasilan Rp 2,5 juta perbulan itu akan naik menjadi Rp 94 juta per unit.Sementara harga maksimum satuan Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) bagi masyarakat dengan penghasilan Rp 4,5 juta per bulan, yang awalnya ditetapkan pemerintah sebesar Rp 144 juta per unit, bakal naik menjadi Rp 190,4 juta per unit.Estimasi harga itu merupakan hitung-hitungan Kementerian Negara Perumahan Rakyat (Kemenpera) atas dampak pemberian fasilitas likuiditas perumahan bagi daya beli masyarakat.Tapi, Tito Murbaintoro, Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera, mengatakan, patokan harga maksimum tersebut belum final karena masih menunggu persetujuan bersama dengan Kementerian Keuangan. "Komponen biaya yang masih perlu dihitung adalah potongan pajak," katanya, akhir pekan lalu.Meski harga hunian menjadi lebih mahal, masyarakat tak usah cemas. Nilai cicilan RSH dan Rusunami tetap terjangkau. Sebab, sebagian cicilan bakal ditanggung negara. Bentuknya, berupa subsidi pembayaran bunga sepanjang tenor atau masa cicilan. Subsidi ini membuat suku bunga yang ditanggung konsumen menjadi jauh lebih rendah, sehingga angsuran perbulan tetap kecil. (Lihat tabel).Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 2,68 triliun dalam APBN-P 2010 untuk membiayai program ini. "Struktur biaya dana atau cost of fund akan ditanggung secara proporsional oleh bank dan APBN," ujar Tito.Menteri Negara Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa menyatakan, dengan bunga rendah sepanjang tenor, jaminan keberlanjutan pembayaran kredit menjadi lebih terjaga. Pada program sebelumnya, subsidi bunga hanya diberikan 4 tahun-6 tahun. Setelah itu, masyarakat disuruh membayar dengan bunga normal. "Cara itu keliru, karena setelah lewat enam tahun banyak masyarakat yang menjual rumahnya karena tak mampu mengangsur," katanya. Program ini, ia menambahkan, merupakan salah satu bentuk evaluasi terhadap cara atau pola subsidi rumah di masa lampau. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Harga RSH dan Rusunami Bersubsidi bakal Naik
JAKARTA. Lewat Program Fasilitas Likuiditas Perumahan, patokan maksimum harga hunian bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah bakal lebih tinggi ketimbang Program Subsidi Bunga. Tapi, jangan kuatir, pemerintah tetap menyiapkan subsidi sehingga angsuran bulanan kredit kepemilikan rumah (KPR) akan tetap rendah.Saat ini, pemerintah mematok harga maksimum Rumah Sederhana Sehat (RSH) bersubsidi sebesar Rp 55 juta per unit. Nantinya, harga maksimum hunian bagi masyarakat berpenghasilan Rp 2,5 juta perbulan itu akan naik menjadi Rp 94 juta per unit.Sementara harga maksimum satuan Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) bagi masyarakat dengan penghasilan Rp 4,5 juta per bulan, yang awalnya ditetapkan pemerintah sebesar Rp 144 juta per unit, bakal naik menjadi Rp 190,4 juta per unit.Estimasi harga itu merupakan hitung-hitungan Kementerian Negara Perumahan Rakyat (Kemenpera) atas dampak pemberian fasilitas likuiditas perumahan bagi daya beli masyarakat.Tapi, Tito Murbaintoro, Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera, mengatakan, patokan harga maksimum tersebut belum final karena masih menunggu persetujuan bersama dengan Kementerian Keuangan. "Komponen biaya yang masih perlu dihitung adalah potongan pajak," katanya, akhir pekan lalu.Meski harga hunian menjadi lebih mahal, masyarakat tak usah cemas. Nilai cicilan RSH dan Rusunami tetap terjangkau. Sebab, sebagian cicilan bakal ditanggung negara. Bentuknya, berupa subsidi pembayaran bunga sepanjang tenor atau masa cicilan. Subsidi ini membuat suku bunga yang ditanggung konsumen menjadi jauh lebih rendah, sehingga angsuran perbulan tetap kecil. (Lihat tabel).Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 2,68 triliun dalam APBN-P 2010 untuk membiayai program ini. "Struktur biaya dana atau cost of fund akan ditanggung secara proporsional oleh bank dan APBN," ujar Tito.Menteri Negara Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa menyatakan, dengan bunga rendah sepanjang tenor, jaminan keberlanjutan pembayaran kredit menjadi lebih terjaga. Pada program sebelumnya, subsidi bunga hanya diberikan 4 tahun-6 tahun. Setelah itu, masyarakat disuruh membayar dengan bunga normal. "Cara itu keliru, karena setelah lewat enam tahun banyak masyarakat yang menjual rumahnya karena tak mampu mengangsur," katanya. Program ini, ia menambahkan, merupakan salah satu bentuk evaluasi terhadap cara atau pola subsidi rumah di masa lampau. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News