KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Arkora Hydro Tbk (
ARKO) menambah panjang daftar perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). ARKO secara resmi tercatat atau listing sebagai perusahaan ke-25 sepanjang tahun ini. Saat perdagangan perdananya yang digelar hari ini (8/7), saham ARKO turun tipis 0,67% ke harga Rp 298 per saham, setelah sempat terkerek ke harga Rp 338 per saham. Asal tahu saja, perusahaan yang tercatat di Papan Pengembangan itu awalnya berencana melepas 579,9 juta saham atau 20% dari total modal ditempatkan dan disetor setelah penawaran umum perdana saham. Setiap sahamnya ditawarkan dengan harga Rp 300, sehingga total dana yang bisa diperoleh mencapai Rp 173,97 miliar.
Investor menyambut antusias
initial public offering (IPO) ARKO hingga mengalami kelebihan permintaan atau
oversubscribed hingga 10,89 kali. Dus, manajemen melakukan penambahan penerbitan saham baru yang berasal dari portepel sebanyak 28,99 juta saham menjadi 608,89 juta saham. Total dana yang diperoleh ARKO melalui aksi korporasi ini mencapai Rp 182,67 miliar.
Baca Juga: Sempat Melonjak 26%, Chemstar Indonesia (CHEM) Resmi Melantai di BEI Direktur Utama ARKO, Aldo Artoko, mengungkapkan, dana yang dihimpun melalui aksi korporasi ini akan digunakan untuk dua keperluan.
Pertama, sebesar 63% dari dana dihimpun akan digunakan sebagai tambahan investasi pada anak perusahaan yang akan dimaksimalkan guna pengembangan proyek-proyek Energi Baru Terbarukan (EBT). Rinciannya, sebesar 54% di PT Arkora Hydro Sulawesi (AHS), sebesar 29% di PT Arkora Energi Baru, dan sebesar 17% di PT Arkora Tenaga Matahari.
Kedua, sekitar 37% dari dana yang dihimpun akan digunakan untuk pelunasan kewajiban jangka pendek. Sedangkan dana yang diperoleh dari kelebihan pemesanan penjatahan terpusat akan dimanfaatkan oleh perseroan untuk modal kerja antara lain rencana pengembangan usaha pembangkit listrik tenaga air, seperti: biaya survei pencarian lokasi potensial baru, studi kelayakan, studi kelistrikan, dan studi-studi lainnya yang berhubungan dengan pengembangan proyek pembangkit listrik tenaga air. Aldo pun meyakini, bisnis EBT memiliki potensi yang besar di Indonesia, bahkan dalam teknologi yang sudah matang seperti hidro, surya, dan angin. Kehadiran hydro sudah kompetitif dibandingkan dengan pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Di sisi lain, pemanfaatan potensi EBT masih jauh di bawah 10%. Bermodalkan pengalaman di bidang EBT, ARKO pun berencana mencari peluang akuisisi ke depannya. “Kami juga aktif mencari proyek hidro berpotensi besar di atas 25 MW,” katanya dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Jumat (8/7).
Baca Juga: Arkora Hydro Bersiap Gelar Akuisisi Setelah IPO Untuk saat ini, ARKO telah menyelesaikan pembangunan proyek mini hidro Cikopo-2 dengan total biaya US$ 1,65 juta per MW. Cikopo-2 merupakan pembangkit listrik berkapasitas 7,4 MW yang dimiliki dan dioperasikan oleh ARKO. Selain itu, ARKO juga mengerjakan proyek Tomasa. Pengerjaan proyek Tomasa menelan biaya investasi US$ 1,75 juta per MW.
Biaya investasi tersebut di bawah rata-rata industri sebesar US$2,2 - US$ 2,5 juta per MW. Proyek Tomasa merupakan pembangkit listrik berkapasitas 10 (2x5) MW. Proyek ini milik ARKO melalui anak usahanya, yaitu PT Akora Sulawesi Selatan. Tomasa proyek memasuki tahapan commercial operations date (COD) pada bulan Maret 2020 lalu. Sementara proyek Yaentu di Poso (Sulawesi Tengah) sedang dalam konstruksi. Proyek Yaentu dengan kapasitas 10 (2x5) MW ini dikembangkan oleh PT Arkora Hydro Sulawesi, anak perusahaan tidak langsung milik ARKO. Proyek ini sedang dalam pengerjaan. Hingga Maret 2022, proses pengerjaan proyek telah mencapai 50%. Proyek ini ditargetkan memasuki tahapan COD pada triwulan I 2023. ARKO juga sedang melakukan persiapan tahap konstruksi Proyek Kukusan-2 di Lampung, Sumatra dengan kapasitas 5,4 MW. Proyek PLTA ini ditargetkan beroperasi pada triwulan IV 2024. ARKO terus berkomitmen untuk meningkatkan bauran energi terbarukan melalui pembangunan pembangkit listrik tenaga air dalam turut serta berpartisipasi membangun Indonesia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari