Harga Saham Blue Chip Ini Turun Ke 9.000an, Analis Rekomendasi Beli, Target 12.000



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mulai bangkit setelah tren pelemahan dalam sebulan terakhir. Meski demikian, saham blue chip ini masih bertahan di harga 9.000-an. Di tengah kebangkitan itu, analis rekomendasi beli saham BBCA dengan target harga yang tinggi di periode mendatang.

Harga saham BBCA pada perdagangan Rabu 8 Januari 2024 ditutup di level 9.675, naik 150 poin atau 1,57% dibandingkan sehari sebelumnya. Namun dalam perdagangan 30 hari terakhir, harga saham blue chip sektor perbankan ini masih terakumulasi melemah sebesar 675 poin atau 6,52%.

Meski masih tren melemah, analis menilai saham BBCA adalah opsi menarik sebagai saham pilihan di tengah gejolak pasar 2025. Pinjaman dan simpanan yang solid merupakan keunggulan BBCA dibandingkan emiten bank lainnya.


Head of Research RHB Sekuritas Indonesia Andrey Wijaya menilai, pertumbuhan pinjaman yang kuat dan kualitas peminjam yang solid menjadikan saham Bank Central Asia menarik. BBCA dapat menjadi opsi saham defensif di tengah kondisi pasar masih volatil.

Baca Juga: Harga Saham RATU Melesat Pasca IPO, Saatnya Jual atau Beli Lagi?

Pertumbuhan pinjaman BBCA tetap kuat yang terlihat dari kinerja perusahaan hingga kuartal ketiga 2024. Pinjaman atau kredit Bank BCA terpantau meningkat 3,2% qoq menjadi Rp 877 triliun per September, membawa kredit BBCA naik sekitar 14,5% yoy selama Januari – September 2024.

Semua segmen pun mencatat pertumbuhan pinjaman dua digit, dengan tingkat pemanfaatan fasilitas pinjaman yang lebih tinggi di segmen korporat dan pertumbuhan pinjaman UKM yang lebih tinggi di wilayah di luar Jawa.

Di samping itu, Andrey menambahkan, hasil BBCA sudah sejalan dengan proyeksi konsensus. BBCA meraih laba bersih sebesar Rp 14,2 triliun, meningkat 1% qoq dan 16% yoy di kuartal ketiga 2024. Dengan begitu, laba bersih setelah pajak (PATMI) BBCA bertumbuh 13% yoy menjadi Rp 41 triliun selama Januari – September 2024.

‘’Kami pikir pasar mungkin sedang mengalami periode yang bergejolak dan percaya BBCA dapat menawarkan opsi defensif kepada investor berdasarkan waralaba simpanan yang kuat dan kualitas peminjam yang solid,’’ ucap Andrey kepada Kontan.co.id, Rabu (8/1).

Andrey menuturkan, atas dasar pertumbuhan pinjaman yang kuat, manajemen BBCA telah menaikkan panduan pertumbuhan pinjaman tahun 2024 menjadi 10% - 12% dari panduan sebelumnya 8% -10%.

BBCA akan melanjutkan inisiatif strategi seperti BCA Expoversary 2024 dan BCA Expo 2024 yang sebelumnya mampu mengumpulkan total aplikasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) lebih dari Rp 78 triliun. Pada event lain, BCA UMKM Fest 2024 diikuti lebih dari 1.700 tenant pengusaha produk lokal.

Analis Buana Capital Sekuritas James Stanley Widjaja melihat, adanya peluang untuk melirik BBCA di tengah kondisi likuiditas ketat. Penurunan saham emiten bank swasta terbesar itu justru menjadi kesempatan untuk beli saat harga rendah.

Tonton: Inilah Awal Puasa Ramadhan & Idul Fitri 2025 Menurut Muhammadiyah

Adapun sejak terpilihnya kembali Trump pada 5 November 2024 lalu, 4 bank besar meliputi (BBRI, BBNI, BBCA, BMRI) telah turun signifikan. Hal itu karena investor mengurangi ekspektasi pemotongan suku bunga yang agresif dan memperhitungkan sistem likuiditas yang lebih ketat di industri perbankan.

‘’Kami melihat koreksi harga BBCA sebagai peluang yang menarik untuk mengakumulasi.  Profil pertumbuhan laba multi-tahun BBCA tetap utuh mengingat likuiditasnya yang cukup dan kualitas aset terbaik di kelasnya,’’ ujar James dalam riset 20 Desember 2024.

James memaparkan, Laba Bersih Setelah Pajak (NPAT) BBCA Bank-Only mencapai Rp 50,5 triliun yang meningkat 14,3% yoy. Pertumbuhan pinjaman pun BBCA berada jauh di atas panduan manajemen sebesar 9% - 10%, telah mencapai 15,5% yoy dan Margin Bunga Bersih (NIM) tetap kuat pada level 6% per November 2024.

NIM BBCA tepatnya berada pada 6,2% karena imbal hasil aset tetap stabil di atas 7% dan Cost of Fund (CoF) sedikit membaik menjadi 1,03%. Kualitas aset juga tetap tangguh, dengan Cost of Credit (CoC) pada level 0,2% di selama periode Januari – November 2024.

Menurut James, profil BBCA yang kuat layak menjadikannya pilihan karena tahun 2025 diperkirakan penuh gejolak. Lingkungan suku bunga eksternal yang lebih tinggi untuk jangka panjang dan fokus Bank Indonesia pada stabilitas mata uang akan membuat likuiditas ketat bagi sektor perbankan.

Instrumen SRBI akan terus bersaing dengan simpanan, dengan saldo SRBI yang beredar Rp 969 triliun per November 2024 dan imbal hasil SRBI pada level 7,2%. Dengan stabilitas mata uang sebagai pendorong, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan terus menerbitkan SRBI dengan imbal hasil yang menarik untuk menarik arus masuk asing.

Pada saat yang sama, SRBI senilai Rp 468,3 triliun akan jatuh tempo pada semester I-2025. Pergeseran saldo SRBI yang beredar dan imbal hasil SRBI akan menjadi hal yang penting bagi likuiditas sektor perbankan.

‘’BBCA adalah pilihan utama kami karena likuiditasnya yang cukup dan waralaba simpanan terbaik di kelasnya,’’ sebut James.

Disaat pertumbuhan simpanan khusus bank (bank-only) pada Januari – November 2024  telah melambat menjadi 3,5% yoy, rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) BBCA tetap cukup pada 78,9% untuk mempertahankan pertumbuhan pinjaman, dengan rasio CASA yang tinggi sebesar 82,5% untuk mempertahankan biaya dana (CoF) yang rendah.

Selain itu, James menambahkan, imbal hasil aset BBCA akan tetap stabil, dengan risiko penyesuaian harga pinjaman yang minimal mengingat suku bunga pinjaman yang kompetitif. Namun perlu diantisipasi NIM yang lebih rendah dari perkiraan, serta pertumbuhan pinjaman yang lebih lambat.

 
BBCA Chart by TradingView

Analis JP Morgan Sekuritas Harsh Wardhan Modi menuturkan, BBCA membukukan kinerja yang kuat pada bulan November, dengan pertumbuhan pinjaman yang meningkat dan CoF membaik secara bulanan. Di tengah volatilitas industri perbankan, kekuatan liabilitas dan waralaba penjaminan emisi BCA terlihat kuat, dengan pertumbuhan pinjaman yang masih solid, COF, dan perbaikan biaya kredit.

Sementara itu, Harsh menilai bahwa likuiditas ketat yang dipicu SRBI mungkin lebih berefek pada bank BUMN. BBCA diperkirakan tetap mencetak kinerja lebih baik daripada bank sejenis. Walaupun LDR bank-only BBCA naik menjadi 79%, tetapi masih merupakan yang terendah di antara bank-bank besar menunjukkan likuiditas yang positif.

‘’Kami pikir bank tersebut (Bank BCA) adalah salah satu yang terbaik, dalam hal waralaba simpanan daripada bank lainnya,’’ ungkap Harsh dalam riset 17 Desember 2024.

Kekuatan BBCA terlihat dari pendapatan yang konsisten, terlepas dari siklus kredit atau likuiditas. Oleh karenanya, Harsh memproyeksi, saham BBCA tersebut diperdagangkan dengan harga premium dan diyakini akan terus berlanjut.

Harsh menyematkan peringkat overweight untuk BBCA dengan target harga di posisi Rp 12.000 per saham. James menegaskan rekomendasi buy untuk BBCA dengan target harga Rp 12.400 per saham. Sedangkan, Andrey mempertahankan rekomendasi buy dengan target harga Rp 12.060 per saham.

Baca Juga: Tilang Poin Berlaku, Ini Penjelasan Resmi Polri & Jumlah Poin Tiap Pelanggaran

Selanjutnya: Harga Emas Naik pada Kamis (9/1) Pagi, Investor Menimbang Pelonggaran Moneter The Fed

Menarik Dibaca: Simak Tips Mudah Cara Menata Kamar Tidur Kecil, Bebas dari Kesan Berantakan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto