KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga saham
blue chip di Bursa Efek Indonesia banyak yang turun selama sebulan terakhir. Analis menyebut, penurunan harga saham
blue chip tersebut adalah kesempatan bagus untuk membelinya. Pasalnya, ada potensi harga saham
blue chip tersebut akan kembali naik pada akhir tahun 2022 ini. Lalu saham
blue chip apa yang layak dibeli dan memiliki prospek bagus? Saham
blue chip adalah saham lapis satu di bursa. Saham blue chip adalah jenis saham yang memiliki kapitalisasi pasar yang besar, mencapai di atas Rp 10 triliun.
Mengutip MNC Sekuritas, saham blue chip memiliki beberapa karakteristik. Salah satunya adalah memiliki kapitalisasi besar. Nilai kapitalisasi suatu perusahaan mampu mencapai nilai triliunan rupiah. Besarnya kapitalisasi pasar ini mampu membuat investor sulit dalam memanipulasi harga. Selain itu, saham
blue chip juga memiliki likuiditas yang bagus. Biasanya likuiditas ini dipengaruhi oleh jumlah saham yang dimiliki publik atau beredar di bursa. Makin banyak kepemilikan saham publik, maka makin likuid pula saham tersebut.
Baca Juga: Prediksi IHSG Hari Ini (22/11) Turun, Rekomendasi 8 Saham Ini Jangan Terlewatkan Saham yang masuk ke dalam kategori blue chip biasanya juga telah sudah cukup lama lama terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dengan jangka waktu minimal lima tahun. Oleh karena itu, saham blue chip cenderung bergerak steady dan tidak terlalu liar. Anda tidak perlu takut dalam berinvestasi di saham blue chip. Pasalnya, perusahaan yang sahamnya tergolong
blue chip bukan lagi perusahaan yang bertumbuh, tetapi sudah termasuk dalam perusahaan yang mapan dan kuat. Saham jenis blue chip sangat cocok untuk Anda yang ingin berinvestasi jangka panjang. Pada saat pergerakan market tidak menentu, saham Blue Chip biasanya cenderung stabil. Bukan berarti saham blue chip tidak akan mengalami penurunan. Namun saham-saham blue chip biasanya paling cepat pulih dibandingkan saham small atau mid-caps. Saham blue chip adalah jenis saham dari perusahaan dengan kondisi keuangan prima, serta beroperasi selama bertahun lamanya. Di Indonesia, saham-saham yang masuk dalam kategori blue chip berada pada daftar indeks LQ45. Pada bulan November ini, 10 saham blue chips di indeks LQ45 bertengger di urutan penghuni saham penekan indeks dengan pergerakan harga yang cenderung negatif (
laggard). Di antara saham
laggard blue chip bulan ini ada saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (
TLKM), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (
BMRI), PT Astra International Tbk (
ASII), PT United Tractors Tbk (
UNTR), dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (
ADRO).
Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro membeberkan, setidaknya ada tiga faktor yang membuat sejumlah saham
blue chip memerah. Pertama, momentum sektoral. Terutama ditunjukkan oleh merosotnya harga acuan batubara global dalam sebulan terakhir. Kondisi ini tampak telah berdampak pada emiten batubara berkapitalisasi pasar jumbo seperti ADRO dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (
ITMG). Tak hanya bagi produsen batubara, emiten yang terkait dengan pertambangan pun ikut terimbas. Misalnya saja pada saham UNTR yang dalam sebulan terakhir harga sahamnya tergerus 11,04%. Penurunan saham-saham tersebut tak lepas dari harga batubara global yang anjlok sekitar 12% dalam sebulan. "Secara historikal, gerak saham emiten batubara memang berkorelasi dengan gerak harga acuan batubara global," ujar Nico saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (21/11). Kedua, penurunan harga saham
blue chip sebagai respons pasar terhadap kinerja per kuartal III-2022. Nico mencontohkan pada kinerja keuangan dan saham TLKM. "Penurunan (harga saham) dalam sebulan ini bisa dibilang karena pasar merespons kurang baik pada kinerja keuangannya," imbuh Nico. Sebagai informasi, pendapatan TLKM per kuartal III-2022 hanya tumbuh tipis 2,67% secara tahunan (YoY). Sedangkan laba bersih TLKM anjlok 12,14% menjadi Rp 16,58 triliun.
Baca Juga: Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Perdagangan Selasa (22/11) Adapun, terpangkasnya laba bersih TLKM disebabkan kerugian yang belum direalisasi (
unrealized loss) dari perubahan nilai wajar atas investasi sebesar Rp 3,08 triliun. Alasan ketiga memerahnya saham blue chip adalah faktor teknikal. Nico menyoroti pergerakan saham ASII dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (
PGAS) yang sedang memasuki fase
downtrend meski dalam jangka pendek.
Technical Analyst Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova mengamini, gerak landai emiten energi terutama batubara lantaran terpapar sentimen pelemahan harga komoditasnya. Sedangkan penurunan harga saham emiten lainnya masih terbilang wajar. "Masih wajar di tengah pergerakan pasar yang cenderung koreksi dan masih tergolong landai. Secara kinerja per kuartal III pun mayoritas masih oke," sebut Ivan. Secara indeks, Analis Teknikal MNC Sekuritas Herditya Wicaksana melihat pergerakan LQ45 serupa dengan gerak Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG). Saat ini, pergerakannya masih tertahan oleh MA20 dan MA60, dengan tren yang masih tergolong
sideways. "Pergerakan saham emiten yang tergabung di LQ45 juga dipengaruhi oleh rotasi sektoral dan pergerakan harga komoditas dunia," kata Herditya. Pada perdagangan hari ini, indeks LQ45 merosot 0,70% ke posisi 1.002,40. Menurut Herditya, jika indeks LQ45 mampu menembus area
resistance, maka akan melaju ke level 1.030 - 1.040.
Rekomendasi Saham
Nico ikut menyoroti bahwa prospek saham
blue chip masih seksi. Menurutnya, harga saham memang sudah ter-
priced in sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar terhadap kinerja emiten per kuartal III.
Baca Juga: IHSG Berbalik Melemah ke 7.057,8 di Sesi Pertama, Sektor Teknologi Merosot Sedangkan saat ini gerak saham akan terpengaruh oleh sentimen sektoral dan proyeksi investor terhadap kinerja di kuartal IV. Nico optimistis, saham-saham blue chip akan kembali bergairah pada akhir tahun menjelang musim
window dressing. "Secara historis, LQ45 selalu mencatat
return positif pada bulan Desember. Jadi memang investor lebih menyasar berbagai saham di indeks ini," sebut Nico. Lebih lanjut, Nico menyoroti saham-saham emiten batubara yang berpotensi kembali membara menjelang akhir tahun. Sejalan dengan momentum musim dingin yang biasanya akan mendongkrak permintaan dan harga batubara global. Secara sektoral, saham sektor energi selalu melesat pada bulan Desember, setidaknya pada tiga tahun terakhir. Pada bulan Desember 2019 terjadi kenaikan 10,78%, 14,42% pada Desember 2020, dan 8,88% pada Desember 2021. Nico pun merekomendasikan untuk mengoleksi saham ITMG, ADRO, dan PGAS. "Tentu dengan memperhatikan momentum gerak harga komoditas global. Ketika terjadi koreksi pada saham tersebut, bisa menerapkan
buy on weakness," ujar Nico. Memasuki akhir tahun, Ivan menyarankan untuk mencermati saham non-batubara di sektor perbankan, industri, dan infrastruktur. Rekomendasi Ivan,
buy on weakness saham TLKM, BMRI, ASII, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Selanjutnya, bisa
speculative buy saham terkait komoditas tambang dan energi seperti UNTR, ADRO, ITMG, dan PGAS. "Perlu dicermati pergerakan komoditas karena ada peluang rebound, tapi momentumnya masih ditunggu," kata Ivan.
Sedangkan Herditya menjagokan saham BBCA dengan target harga di Rp 9.000 - Rp 9.100, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (
BBRI) dengan target harga Rp 4.700 - Rp 4.800, serta saham duo Indofood. Untuk saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (
INDF) target harga berada di level Rp 6.600 - Rp 6.800. Sementara untuk saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (
ICBP) target harganya di area Rp 9.900. Itulah rekomendasi saham
blue chip di Bursa Efek Indonesia untuk dikoleksi mulai perdagangan hari ini, Selasa 22 November 2022. Ingat disclaimer on, segala risiko investasi atas rekomendasi saham
blue chip di atas menjadi tanggung jawab Anda sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto