KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan harga saham emiten batubara dalam beberapa tahun terakhir mempertebal cuan taipan-taipan pemiliknya. Tidak tanggung-tanggung, kenaikan nilai aset-aset para taipan dari kepemilikan langsung di saham-saham emiten batubara bisa mencapai triliunan, jika dihitung dari akhir tahun 2018. Ambil contoh Low Tuck Kwong yang saat ini memiliki kepemilikan langsung 1.840.571.130 lembar saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN) atau setara 55,22% dari total saham BYAN. Pada penutupan perdagangan Kamis (10/3), saham BYAN ditutup di harga Rp 42.475 per saham, meroket 113,71% jika dibandingkan dengan harga penutupan pada 28 Desember 2018 lalu. Dengan posisi kepemilikan saham saat ini, pria yang juga menjabat sebagai Direktur Utama BYAN ini bisa Rp 78,17 triliun andaikata menjual seluruh kepemilikan sahamnya dengan harga penutupan perdagangan Kamis (10/3).
Padahal, jika Low Tuck Kwong menjual seluruh kepemilikan langsung sahamnya di BYAN pada akhir tahun 2018 lalu, Low Tuck Kwong hanya akan mengantongi kira-kira Rp 34,28 trliun dari kepemilikan langsung 1.725.215.700 lembah saham BYAN yang ia pegang kala itu. Pada 28 Desember 2018 lalu, harga saham BYAN memang baru mencapai Rp 19.875 per saham. Berkah kenaikan harga juga menghampiri Garibaldi Thohir yang saat ini memiliki kepemimlikan langsung 1.976.632.710 saham di PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Jumlah kepemilikan saham tersebut memang tidak berubah jika dibandingkan dengan kepemilikannya pada 31 Desember 2018 lalu. Namun, dengan pergerakan harga saham ADRO pada penutupan perdagangan Kamis (10/3) yang sudah melejit 145,27% dari posisi 28 Desember 2018 lalu, cuan yang bisa didapat pria dengan sapaan akrab Boy Thohir ini juga berlipat.
Baca Juga: Sejumlah Taipan Meraup Cuan dari Lonjakan Harga Batubara Dengan harga saham Rp 2.980 pada penutupan perdagangan Kamis (10/3) , Boy bisa mengantongi cuan Rp 5,89 triliun jika ia menjual seluruh kepemilikan langsung sahamnya di ADRO, sementara jia hal yang sama ia lakukan saat harga ADRO berada di posisi Rp1.215 per saham pada penutupan perdagangan 28 Desember 2018 lalu, Boy hanya akan mengantongi cuan Rp 2,40 triliun. Sederet taipan lainnya yang juga memegang kepemilikan saham di ADRO juga mendapat berkah yang sama. Theodore Permadi Rachmat misalnya, pria yang saat ini memiliki kepemilikan saham langsung sebanyak 812.988.601 lembar saham di ADRO bisa mengantongi Rp 2,42 triliun jika menjual seluruh saham kepemilikan langsungnya di ADRO dengan harga penutupan Kamis (10/3). Cuan yang bisa Rachmat dapat hanya akan mencapai Rp 987,09 miliar jika ia menjual seluruh kepemilikan saham langsungnya di ADRO yang berjumlah 812.422.101 saham di akhir Desember 2018 dengan harga penutupan 28 Desember 2018. Berkah yang didapat taipan lainnya, yakni Edwin Soeryadjaya, juga tidak kalah besar. Kepemilikan langsung saham pria yang saat ini menjabat sebagai Presiden Komisaris ADRO itu tidak berubah sejak akhir 2018 lalu, yakni sebesar 1.051.738.544 saham. Dengan pertumbuhan harga saham ADRO, Edwin bisa mengantongi Rp Rp 3,13 triliun jika menjual seluruh saham dengan kepemilikan langsungnya di ADRO dengan harga penutupan perdagangan Kamis (10/3), dan hanya akan mengantongi Rp 1,27 triliun jika menjual seluruh kepemilikan saham langsungnya pada 28 Desember 2018. Sementara itu, taipan batubara lainnya yang juga memiliki kepemilikan saham langsung di ADRO, yakni Arini Saraswaty Subianto, sudah meningkatkan jumlah kepemilikan saham langsungnya di ADRO, yakni dari semula 79.399.250 saham pada 28 Desember 2018 menjadi 79.975.750 saham pada saat ini. Dengan demikian, Arini akan mengantongi Rp 238,32 miliar jika menjual seluruh kepemilikan saham langsungnya di ADRO dengan harga penutupan perdagangan Kamis (10/3), dan akan meraup Rp 96.470.088.750 jika ia menjual seluruh kepemilikan saham langsungnya di ADRO dengan harga penutupan perdagangan 28 Desember 2018. Nama-nama taipan yang disebut dalam tulisan ini, yakni Low Tuck Kwong, Garibaldi Thohir, Theodore Permadi Rachmat, Edwin Soeryadjaya, dan Arini Saraswaty Subianto merupakan nama-nama taipan batubara yang masuk dalam daftar Indonesia’s 50 Richest 2021 versi Forbes. Di luar nama-nama ini, ada pula nama-nama taipan batubara lain seperti misalnya Kiki Barki yang juga bisa saja meraup kekayaan dari sektor batubara. Hanya saja, sosok-sosok itu tidak dimasukkan dalam penulisan ini karena keterbatasan data. Selain dari kenaikan harga saham, tingginya harga batubara juga bisa membuat dompet pengusaha batubara semakin tebal. Seperti diketahui, saat ini harga batubara global sudah menembus US$ 400 per metrik ton, meroket dari posisi penutupan perdagangan 31 Desember 2021 yang sebesar US$ 145,65 per ton. Harga tersebut sudah jauh melampaui ongkos produksi batubara. Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan, ongkos produksi batubara hanya US$ 30 per metrik ton - US$ 40 per metrik ton. “Kalau harganya 400, berapa keuntungannya? Besar sekali, US$ 400 dikurangi katakanlah US$ 40 itu sudah US$ 360 per metrik ton,” tutur Fahmy saat dihubungi Kontan.co.id (9/3). Meski begitu, Fahmy menilai keuntungan itu sah-sah saja dikantongi para pengusaha batubara, dengan catatan, para produsen batubara patuh menjalankan kewajibannya dalam memenuhi kewajiban pemenuhan batubara untuk kebutuhan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) dan kewajiban reklamasi lahan tambang.
Baca Juga: Tarif Royalti Batubara Akan Naik, Begini Efeknya ke Perusahaan Batubara Fahmy berharap, pemerintah bisa mengambil tindakan tegas jika ada pengusaha yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban ini.
“Kalau memang ada perusahaan yang melanggar ketentuan DMO, maka (pemerintah) harus tegas memberikan sanksi, yaitu yang pertama berupa larangan ekspor, yang kedua berupa larangan produksi, dan yang ketiga mencabut izin usaha tanpa memperdulikan siapa pemilik perusahaan batubara tadi,” ujar Fahmy. Menurut perkiraan Fahmy, harga batubara ke depannya akan dipengaruhi sejumlah variabel seperti perkembangan konflik Rusia-Ukraina, serta kelangsungan penjualan batubara dari Rusia ke pasar di negara-negara Eropa. “Jadi memang kompleks kalau kita mau lihat sampai kapan kenaikan harga batubara berlanjut. Tapi, saya berasumsi kalau perang (Rusia-Ukraina) selesai, maka harga akan kembali turun dan akan mencapai harga keseimbangan di bawah US$ 100 per metrik ton,” tutur Fahmy. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi