KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga saham-saham farmasi melejit bahkan hingga dua digit tahun ini. Padahal, tahun 2021 baru ada enam hari perdagangan. Senin (11/1), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi memberikan izin penggunaan darurat atau
emergency use authorization (EUA) untuk vaksin virus corona (Covid-19) Sinovac. Kabar ini mengokohkan kenaikan harga saham-saham farmasi yang sudah terjadi sejak awal tahun 2021. Penguatan paling signifikan dialami oleh emiten farmasi pelat merah PT Indofarma Tbk (
INAF) yang secara
year to date (ytd) naik 55,09% menjadi Rp 6.250 per saham. Setelahnya disusul emiten farmasi BUMN lain, PT Kimia Farma Tbk (
KAEF), yang terkerek 51,76% ytd menjadi Rp 6.450.
Peningkatan harga juga dialami oleh PT Pyridam Farma Tbk (
PYFA) dan PT Phapros Tbk (
PEHA) yang naik masing-masing 37,44% ytd dan 46,9% ytd menjadi Rp 1.340 dan Rp 2.490. Sementara itu, harga saham PT Tempo Scan Pacific Tbk (
TSPC) menguat 42,14% ytd menjadi Rp 1.990. Disusul oleh PT Kalbe Farma Tbk (
KLBF) yang menigkat 18,92% ytd menjadi 1.760.
Baca Juga: Musim dividen tahun ini diperkirakan kurang menarik Melihat saham-saham farmasi yang melonjak, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana tidak memungkiri bahwa perizinan EUA untuk vaksin Sinovac dari BPOM menjadi faktor yang mendominasi. "Berarti, ekspektasi investor terhadap vaksinasi ini besar sekali," kata Wawan kepada Kontan.co.id, Senin (11/1). Dia menambahkan, vaksinasi dianggap sebagai katalis positif. Dengan adanya vaksinasi, pandemi Covid-19 bisa dikontrol sehingga peluang masyarakat untuk kembali menjalankan aktivitas menjadi lebih baik dibanding yang selama ini terjadi. Akhirnya, akan ada perbaikan ekonomi yang berdampak pada pendapatan emiten yang meningkat. Terhadap saham-saham farmasi yang meningkat signifikan, Wawan mengungkapkan investor perlu mewaspadainya. Sebab, kenaikan harga yang signifikan berpotensi terkoreksi ke depan. Sementara itu Wawan melihat, pergerakan harga saham itu hanya euforia yang belum jelas dampaknya ke kinerja keuangan emiten-emiten farmasi. "Seberapa besar kenaikan pendapatan yang akan didapatkan, itu yang pertama. Kedua,
sustain atau tidak dalam jangka panjang. Sebenarnya itu belum dapat dilihat, semuanya masih asumsi," imbuh Wawan. Oleh karenanya, Wawan mengamati valuasi harga saham-saham farmasi itu sesungguhnya sudah mahal.
Baca Juga: Begini strategi investor kawakan di tengah masa pemulihan 2021 Melihat kondisi ini, Wawan menyarankan investor untuk berhati-hati ketika akan masuk ke saham farmasi. Harus dipertimbangkan, ingin masuk saham tersebut dalam jangka pendek atau jangka panjang. Untuk jangka pendek, Wawan bilang sangat mungkin investor melakukan aksi
profit taking karena harganya sudah naik drastis. Bagi yang tertarik memanfaatkan momentum untuk
trading, Wawan bilang investor perlu memiliki strategi yang jelas dalam
buy, hold, maupun
sell. Sementara untuk jangka panjang, investor harus bisa memproyeksikan dampak vaksinasi terhadap pendapatan emiten. Investor perlu mencermati kemampuan perusahaan ke depan dalam meningkatkan pendapatan.
Baca Juga: Indeks keyakinan konsumen dan vaksin mengangkat IHSG melanjutkan penguatan Adapun di antara saham-saham yang ada, Wawan mengungkapkan saham KLBF paling memiliki prospek positif. Menurutnya, selain karena kenaikan harganya yang tidak sesignifikan saham-saham lain, lini usaha KLBF yang lebih terdiversifikasi menjadi poin positif. Usaha yang terdiversifikasi akan memberikan ketahanan di tengah pandemi Covid-19 yang masih membayangi.
Oleh karenanya, investor disarankan
buy dalam jangka panjang untuk KLBF. Akan tetapi, untuk target harganya Wawan menyebutkan masih akan menghitung ulang karena target tahun 2021 ini sudah hampir tercapai yakni Rp 1.800. Asal tahu saja, saham KLBF naik cukup tinggi pada Senin (11/1), yakni 17,73% menjadi Rp 1.760. Adapun pada pergerakan kemarin sahamnya sempat menyentuh Rp 1.835, berdasar catatan RTI Business, ini menjadi level tertinggi semenjak tiga tahun terakhir. Tidak jauh berbeda, Kepala Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia Ike Widiawati juga merekomendasikan
buy KLBF. Saham KLBF yang merupakan anggota indeks LQ45 dinilai memiliki tingkat likuiditas yang lebih baik dibanding saham-saham farmasi lain.
Baca Juga: Banyak diborong asing, simak rekomendasi untuk saham berikut ini Adapun untuk saat ini harga saham KLBF masih di bawah harga wajar yang berada di Rp 1.920 per saham. "
Range beli bisa disesuaikan dengan toleransi risiko masing-masing investor. Bagi investor yang bersifat
risk adverse mungkin bisa bersabar menunggu koreksi di level Rp 1.500-an," kata Ike kepada Kontan.co.id, Senin (11/1). Sementara untuk saham-saham farmasi lain, Ike melihat potensi kenaikan masih ada. Hanya saja, sifatnya cenderung spekulatif dan berisiko. Dia menyarankan investor memperhatikan likuiditas dan juga harga saham yang sudah
overvalued karena cenderung rentan untuk koreksi.
Senada dengan Wawan, Ike melihat lonjakan harga saham-saham farmasi terdorong oleh sentimen implementasi penggunaan vaksin yang sudah mendapat izin EUA dari BPOM. Adapun euforia terhadap sentimen terkait vaksin ini masih menjadi katalis yang kuat untuk sektor farmasi. "Saya melihat saham di sektor farmasi kemungkinan masih memiliki potensi kenaikan 5% hingga 10% untuk
short term. Akan tetapi, memang cenderung
high risk dan bersifat spekulasi beli," pungkas dia.
Baca Juga: Optimisme pemulihan ekonomi AS bikin harga komoditas logam mulia meleleh Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati