KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Torehan kinerja keuangan emiten perbankan yang positif selama sembilan bulan pertama 2024, ternyata belum cukup untuk membuat pergerakan harga sahamnya menanjak. Pasalnya jika melihat rasio valuasi sahamnya, harga saham emiten perbankan masih tergolong murah dengan Price to Book Value (PBV) di bawah satu kali. Adapun kinerja sahamnya jika dibandingkan dengan sejak awal tahun alias yeart to date (YtD) terlihat meningkat. Seperti saham bank plat merah ini misalnya, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (
BBTN) memiliki valuasi murah dengan PBV 0,57 kali. Sejak awal tahun (ytd), saham BBTN terlihat meningkat tipis 0,80%.
Emiten bank lainnya yang memiliki valuasi murah adalah PT Bank Permata Tbk (BNLI) dengan PBV 0,93 kali. Sejak awal tahun (ytd), saham BNLI meningkat 17,39%. Sementara PT Bank Pan Indonesia Tbk (
PNBN) dengan PBV 0,85 kali, kinerja sahamnya sejak awal tahun melesat hingga 52,48%. Emiten bank lainnya yang memiliki valuasi murah adalah PT Bank OCBC NISP Tbk (
NISP) dengan PBV 0,77 kali, kinerja sahamnya sejak awal tahun melesat hingga 12,71%, dan PT Bank CIMB Niaga (BNGA) dengan PBV 0,86% kinerja sahamnya sejak awal tahun meningkat 4,42%. Di sisi lain meski dengan PBV yang murah, PT Bank Danamon Indonesia Tbk (
BDMN) memiliki kinerja saham yang melemah sejak awal tahun, dengan PBV 0,49 kali. Saham emiten bank ini sejak awal tahun (ytd) susut 9,71%.
Ada pula PT Bank Syariah Indonesia (
BRIS). Kendati sizenya belum sebesar bank KBMI IV, namun BRIS PBVnya terlihat lebih mahal dibanding KBMI IV, yakni 3,02%. Itu artinya BRIS sudah
over value. kinerja sahamnya sejak awal tahun pun melesat hingga 63,79%. Jika di lihat di RTI, bank KBMI IV seperti BBRI PBV-nya 2,04 kali, BMRI 2,17 kali, BBNI 1,15 kali. Analis Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji mengatakan, walaupun BRIS
overvalued, tapi prospeknya masih bagus, karena berkaitan dengan adanya potensi peningkatan
demand terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji, maupun juga penyelenggaraan ibadah umroh ke depan. "Di sisi lain BRIS juga bisa berperan sebagai
remittance, karena juga terdapat banyak pengguna jasa BRIS yang tersebar di negara-negara lain, khususnya di kawasan Timur Tengah. Jadi wajar saja, walaupun
overvalued, tapi BRIS ini memang saingi
market cap besar. Sehingga kalau dari sisi harga saham pun juga
relatively liquid," jelas Nafan kepada kontan.co.id, Senin (18/11).
Di sisi lain, menurut Nafan jika dilihat saham PT Bank CIMB Niaga Tbk (
BNGA) juga termasuk
relatively liquid, dengan PBV yang di bawah 1, menarik untuk dicermati. Hal ini juga karena kinernya bagus, dari sisi net margin maupun net interest margin. Apalagi kata Nafan, BNGA masih terus berkomitmen dalam rangka meningkatkan likuiditas. Kemudian BNGA juga berkomitmen dalam rangka untuk memperluas ekspansi kredit, sehingga bisa menopang pertumbuhan ke depan. "Sedangkan kalau bank-bank lain, yang non-KBMI 4 misalnya, yang bank swasta khususnya, memang
relatively liquid, jadi
not rated ya kulau hemat saya," kata Nafan. Analis BCA Sekuritas Achmad Yaki juga mengatakan, BRIS secara PBV memang lebih mahal karena BNGA dan bank bank KBMI IV
trend nya sedang
bearish, berbeda dengan BRIS yg masih
bullish.
"Jadi wajar jika PBV BRIS saat ini lebih tinggi," kata Yaki. Selain itu menurut Yaki, kinerja laba bersih BRIS sampe 3Q2024 juga terlihat masih tumbuh 21%, dengan pertumbuhan kredit mencapai 15.3% , di atas industri. Hingga Agustus 2024, BRIS juga menguasai 41% pasar aset keuangan syariah domestik, dengan minimnya pesaing lain dengan pertumbuhan kinerja seperti BRIS. "Ya mungkin ini yang membuat harga sahamnya bisa melesat lebih dari 60% ytd," tambahnya. Yaki pun menyarankan
hold untuk Saham BRIS, dengan memperhatikan batas
stop loss di bawah Rp 2.750 dengan target
trading jangka pendek dan menengah di Rp 3.100. Sementara pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat melihat, BRIS punya satu kelebihan, yakni merupakan bank syariah. "Syariah itu artinya investor yang buka rekening syariah. Kalau dia mau beli saham bank, ya nggak ada pilihan lain. Cuman BRIS ini aja. Sebenernya ada satu lagi, yaitu bank BTPN syariah, tapi secara fundamental kinerjanya nggak sebagus BRIS. Jadi otomatis orang tetap belinya BRIS," jelasnya. Di sisi lain, kalau dari ukuran popularitas, BRIS disebut Teguh tidak sebesar Bank KBMI IV seperti Bank BRI, Bank BNI, dan juga Bank Mandiri. Jadi kalau dibandingkan dengan sesama bank menengah, seperti Bank Danamon, lalu Bank CIMB Niaga, maka BRIS dinilai tetap lebih baik.
"Tapi jika dibandingkan dengan Bank BRI atau Bank BNI misalnya, pada harganya saat ini, ya mungkin Bank BRI, Bank BNI itu lebih menarik. Karena nggak selalu juga BRI, BNI, dan Mandiri itu valuasinya serendah sekarang. di waktu-waktu yang lain PBV-nya BRI mencapai 2,7 kali, BNI mencapai 1,7 kali," ungkapnya. Jadi jika perbandingannya dengan bank sesama menengah, BRIS lebih menarik, tapi kata Teguh jika dengan bank besar yang memang lebih besar, dan pada harga sahamnya saat ini, bank besar terlihat lebih baik. Adapun menurut Teguh, saat ini penurunan harga saham perbankan bukan karena masalah fundamental, tapi lebih karena aksi jual investor asing.
"Tapi kan asing ya nggak akan terus keluar. Kalau pun mereka nggak masuk lagi, tapi mereka nggak akan jualan terus, jadi pada saat itulah saham perbankan yang gede-gede ini akan bisa naik. Sedangkan kalau BRIS, belum tentu bisa naik lebih tinggi lagi, karena secara valuasi dia sudah mahal," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih