Harga saham emiten properti bangkit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laju pasar saham domestik masih tersendat. Sejak awal tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menyusut 1,81% menjadi 6.240,57.

Beberapa indeks saham sektoral mengekor penurunan IHSG. Di periode yang sama, indeks saham konsumer merosot 8,28%, indeks saham infrastruktur anjlok 9,41% dan indeks saham aneka industri menyusut 7,38%.

Namun ada pula indeks sektoral yang masih menghijau. Misalnya, indeks saham properti yang sudah menguat 2,89% (ytd).


Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali berpendapat, tahun ini bisnis properti bakal lebih hidup daripada tahun lalu. "Konsumen sudah mulai melihat dan mulai masuk properti," kata dia, kemarin.

Tahun ini, bisnis properti diprediksi kembali menguat. Sebab, banyak pengembang sekarang menyasar produk rumah dengan harga di bawah Rp 1 miliar. Contohnya adalah BSDE.  Frederik menilai, rumah dengan harga di bawah Rp 1 miliar per unit banyak diincar kalangan kelas menengah dan permintaannya cukup besar.

Namun, risiko sektor ini adalah masalah pasokan. Jika pasokan semakin banyak, otomatis konsumen akan membandingkan. Dari sini, pemain properti tidak hanya BSDE atau pengembang yang berstatus terbuka, melainkan pengembang private.

Soal daya beli masyarakat juga menjadi kendala. Meski inflasi Indonesia mulai naik, perlu dicermati apakah daya beli ikut naik. Jika daya beli naik dan penawaran KPR kompetitif, maka perumahan yang dijual bisa ikut terangkat.

Analis Maybank Kim Eng Sekuritas, Aurellia Setiabudi menyebutkan, dalam enam tahun terakhir, sebagian besar pengembang membidik konsumen menengah ke atas. Pengembang menyediakan rumah dengan harga di atas Rp 1 miliar per unit.

Sejatinya, hal ini dilakukan untuk memaksimalkan tingkat pengembalian (return) landbank. Akibatnya, segmen pasar ini mengalami kelebihan pasokan. Sebab, harga properti yang ditawarkan hanya bisa mendatangkan potensi permintaan dari 140.000 rumah tangga. "Kami melihat kenaikan harga properti akan terbatas," tulis Aurellia dalam riset di awal Januari 2018.

Di sisi lain, tahun politik 2018 dan 2019 turut menambah risiko sektor properti. Aurellia menyematkan rekomendasi negatif untuk sektor properti.

Analis Paramitra Alfa Sekuritas, William Siregar juga melihat sektor properti masih dihantui kemungkinan kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI), mengikuti kebijakan kenaikan suku bunga The Fed. "Sektor properti memang bagus. Namun untuk bersinar pada tahun ini, saya rasa tidak," ujar dia.

William memberikan rekomendasi netral untuk sektor properti. Dari beberapa saham properti, dia melihat BSDE masih layak koleksi dengan target Rp 2.100 per saham. Frederik juga menilai BSDE masih bisa dikoleksi.

Sedangkan Aurellia memangkas rekomendasi untuk saham BSDE dan PWON masing-masing menjadi hold dari sebelumnya buy. Saham yang menjadi pilihan utama Aurellia adalah CTRA. Alasannya, emiten ini memiliki proyek yang menyasar konsumen segmen menengah ke bawah di Jabodetabek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati