KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsumsi kertas dunia terus menanjak. Kondisi ini menguntungkan emiten kertas seperti PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM). Kinerja kedua saham naik signifikan dalam enam bulan terakhir. Harga INKP melonjak 309,51% ke level Rp 20.025 per saham, sementara TKIM melesat 479,80% menjadi Rp 17.800 per saham. Bahkan INKP masuk indeks MSCI yang membuat investor global memburu saham emiten kertas ini. Mengutip data RTI, pada perdagangan kemarin (21/6), asing mencatatkan pembelian INKP senilai Rp 225,5 miliar dan TKIM senilai Rp 197,7 miliar.
Begitu pula saham PT Sriwahana Adityakarta Tbk (SWAT) yang baru tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat (8/6) lalu. Harga SWAT meningkat 24,71% ke level Rp 424 per saham. Asing juga memburu saham SWAT.
Net buy asing di saham ini mencapai Rp 11,88 miliar.Pasar merespons positif atas rencana perusahaan ini ekspansi ke bisnis produksi kemasan berbahan baku kertas. Harga kertas naik Analis Bahana Sekuritas Gregorius Gary menilai tren industri bubur kertas dunia berprospek cerah. Pada 2017, harga kertas internasional US$ 636 per ton. Tahun ini harganya kembali naik ke level US$ 764 dan tahun depan diprediksi meningkat lagi menjadi US$ 825 per ton. Di sisi lain, pasokan saat ini berkurang. Gary bilang, konsumsi kemasan dan tisu di Tiongkok meningkat. Sementara, hanya dua negara yang punya peluang memproduksi bubur kertas secara efesien, yaitu Indonesia dan Brasil. Apalagi, dalam dua tahun terakhir pemerintah China, sebagai importir kertas terbesar, melarang produksi kertas menggunakan limbah kertas alias daur ulang. Ini memberi dampak positif bagi industri bubur kertas di Indonesia. Bahana Sekuritas memperkirakan laba bersih INKP mencapai US$ 545 juta pada akhir 2018, naik 32% dibanding estimasi akhir 2017 senilai US$ 412 juta. Apabila harga bubur kertas naik 26% seperti tahun lalu, maka laba bersih ini berpotensi terkerek 45% ke kisaran US$ 596 juta. Di antara ketiga saham kertas, Gary merekomendasikan TKIM. "Di kuartal III-2017, Tjiwi Kimia mulai investasi untuk memproduksi
pulp lewat PT OKI di daerah Ogan Komering Ilir yang lebih efisien karena menggunakan mesin yang lebih baru dan
renewable energy," ujar dia kepada KONTAN, Kamis (21/6). Ini membuat beban produksi TKIM lebih rendah 20% daripada INKP. Kepala Riset Narada Aset Manajemen Kiswoyo Adi Joe menilai, dua dari tiga emiten kertas patut jadi incaran. "Memang harganya sudah naik tinggi, tapi INKP masih berpotensi ke Rp 22.000 dan TKIM ke Rp 20.000," kata dia. Kiswoyo bilang, banyak permintaan produk kemasan kertas untuk menggantikan plastik. Seperti sedotan dan gelas. Di sisi lain, pertumbuhan industri dunia juga mengerek permintaan kemasan berbahan dasar bubur kertas.
Untuk SWAT, Kiswoyo bilang investor perlu melihat basis pasokan bahan baku produksi kertas emiten ini. Jika SWAT memiliki Hutan Tanaman Industri (HTI) seperti Grup Sinarmas, induk INKP dan TKIM, maka menarik untuk diperhatikan. Soalnya, bisnis kertas tanpa dukungan kepemilikan HTI membuat perusahaan kurang bersaing dan tak efisien. Apalagi, pabrik SWAT baru sanggup menggarap 30% dari kapasitas produksi 4.000 ton per bulan karena terkendala pembelian bahan baku. Analis Panin Sekuritas, William Hartanto juga menyebut saham INKP dan TKIM masih menarik untuk dikoleksi di jangka pendek, menengah maupun panjang. William menilai meski harga INKP sudah lebih tinggi dari TKIM, namun secara valuasi masih lebih murah INKP. "PER INKP 12,3 kali dan TKIM 20,5 kali," hitung William. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati