KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI) resmi melakukan pemecahan nilai nominal saham (
stock split) mulai Selasa (4/4). Pada hari perdananya memakai harga baru, BMRI justru melemah 0,95% ke posisi Rp 5.200 per lembar saham. Dengan rasio
stock split 1 : 2, saham BMRI memulai perdagangan pada posisi Rp 5.250. Pada perdagangan sebelumnya, Senin (3/4), saham BMRI ditutup di level Rp 10.525 per lembar usai mengalami kenaikan harian 1,94%. Aksi
stock split ini membawa penyesuaian pada produk derivatifnya, yakni waran terstruktur. Saat ini, ada satu seri waran terstruktur yang diterbitkan oleh RHB Sekuritas Indonesia dengan memakai
underlying saham BMRI.
Head Sales & Marketing Equity Derivative RHB Sekuritas, Steinly Atmanagara, menjelaskan aksi
stock split pada saham
underlying tidak mengubah harga waran terstruktur serta jumlah unitnya. Penyesuaian terjadi pada rasio dan harga pelaksanaan (
strike price) mengikuti mekanisme perubahan di saham dasarnya. Rasio dan
strike price BMRIDRCK3A, kode waran terstruktur BMRI, mengalami penyesuaian dengan rasio
stock split BMRI 1:2. Sehingga berubah dari semula 3 : 1 menjadi 1,5 : 1.
Stiker price pun berubah dari Rp 10.500 menjadi Rp 5.250. Adapun pada perdagangan Selasa, BMRIDRCK3A mengalami penurunan 7,3% dengan harga bid di Rp 354. BMRIDRCK3A memiliki sensitivitas waran 0,6 ticks dan efek pengungkit (
effective gearing) 2,2x, dan
implied volatility 67%.
Baca Juga: Bank Mandiri (BMRI) Resmi Stock Split dengan Rasio 1:2 "Saat ini BMRIDRCK3A ketersediaan unitnya masih cukup. Dengan adanya
stock split biasanya membuat pergerakan saham utamanya lebih likuid. Hal ini akan berdampak juga terhadap pergerakan harga waran terstrukturnya. ," ungkap Steinly kepada Kontan.co.id, Selasa (4/4). Prospek Saham BMRI Steinly bilang, pergerakan waran terstruktur akan menyerupai pergerakan saham dasarnya. Pada umumnya
stock split akan membuat saham lebih terjangkau sehingga bisa menarik investor, terutama investor ritel untuk masuk. "Hal itu yang akan membuatnya semakin likuid. Karena saham
underlying-nya akan bergerak lebih agresif, membuat waran terstruktur juga ikut bergerak agresif," imbuh Steinly.
Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro menimpali, tren harga waran umumnya akan mengikuti pola dari pergerakan harga saham
underlying. Sehingga jika harga sahamnya naik, maka keuntungan waran terstruktur akan lebih besar dibandingkan saham
underlying-nya. Namun, begitu juga sebaliknya. Ketika ada penurunan harga saham BMRI, BMRIDRCK3A pun turun lebih dalam. Oleh sebab itu, investor harus lebih cemat mengamati tren pergerakan harga saham dasarnya. "Ekspektasi terhadap harga saham
underlying menjadi kunci," kata Nico.
Nico pun melihat saham BMRI masih punya ruang untuk tumbuh. BMRI memiliki performa yang apik, baik dari sisi fundamental keuangan, valuasi, maupun prospek sektoral. Menurut Nico, secara teknikal pelemahan BMRI hari ini masih terbilang wajar. Nico masih menyematkan rekomendasi
buy saham BMRI dengan potensi
upside sekitar 12% menuju target harga Rp 5.800 hingga akhir tahun 2023.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo turut memandang penurunan harga saham BMRI terbilang wajar. Apalagi emiten big bank plat merah ini sudah melewati sentimen dari pembagian dividen. Azis menyarankan investor untuk mencermati sentimen makro ekonomi global dan domestik yang bisa mempengaruhi BMRI. Kemudian memperhatikan bagaimana
update kinerja BMRI pada kuartal pertama 2023. "Kami menyarankan untuk melakukan
trading buy jika ingin mengoleksi saham BMRI dengan potensi
upside 5%-7%," tandas Azis. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari