KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara atau
suspend pada perdagangan saham PT Renuka Coalindo Tbk (SQMI) di pasar regular maupun tunai pada Senin (10/12). Langkah tersebut diambil akibat peningkatan harga dan aktivitas saham di luar kebiasaan atau dikategorikan sebagai
unusual market activity (UMA). Harga saham emiten pertambangan tersebut melonjak 24,60% ke level Rp 785 per saham pada perdagangan Jumat (7/12). Ini adalah level tertinggi saham SQMI sejak Juni 2017. Padahal saham ini baru saja menyentuh level terendah sepanjang tahun di angka Rp 189 per saham pada 27 November lalu. Selama 1,5 pekan, harga saham SQMI melonjak 315%. Analis BCA Sekuritas Achmad Yaki menilai lonjakan tersebut sebagai sebuah kejanggalan. Pasalnya, aksi korporasi yang berpengaruh pada pergerakan saham sejauh ini hanya penawaran umum terbatas (PUT) I dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) kepada pemegang saham lama atau right issue. Total saham yang diterbitkan untuk PUT I berjumlah 18,82 miliar saham dengan nilai nominal Rp 250 per saham atau total Rp 4,7 triliun.
Apabila PUT I tidak diserap sepenuhnya oleh publik maka Wilton Resources Holding Pte Ltd akan bertindak sebagai pembeli siaga atau
standby buyer. Rencananya emiten pertambangan emas di Bursa Efek Singapura (SGX) dengan sandi 5F7 itu akan membeli 15,06 saham SQMI dengan harga sama seperti yang ditawarkan kepada publik. Total nilai transaksi diperkirakan akan bernilai sebesar Rp 3,76 triliun bersifat non tunai (inbreng) dengan menggunakan saham PT Wilton Investment yang berkedudukan di Jakarta. “Harga pelaksanaan
rights issue-nya jauh di bawah harga saham di pasar regular, selisih harga pelaksanaan dan harga regular menarik untuk pemegang saham lama menebus hak mereka,“ kata Achmad ketika dihubungi oleh Kontan.co.id Minggu (9/12). Lonjakan saham SQMI ini menurut Achmad tak lebih sebagai upaya untuk membuat aksi korporasi menjadi lebih aktraktif di mata investor. Untuk itu, dia menyarankan agar investor mempertimbangkan kembali niatnya membeli saham ini jika nanti suspensi dicabut oleh BEI. “Untuk jangka pendek seperti
scalping atau
trading ya silakan, tapi untuk investasi yang sifatnya jangka panjang harus perhatikan pertumbuhan bisnisnya seperti apa,” kata Achmad. Saham SQMI masih berpotensi mengalami kenaikan jika nantinya kembali diperdagangkan. Menurut Achmad posisi saham tersebut masih belum mencapai target harga di level Rp 800-Rp 865 per saham. Senada dengan Achmad, Analis Panin Sekuritas William Hartanto menyebut lonjakan saham SQMI sebagai sebuah kejanggalan. “Ada aksi perdagangan semu atau goreng saham yang membuat saham ini naik,” ungkap dia. Adanya perubahan lini bisnis yang dilakukan oleh Renuka Coalindo menurut William tidak serta merta menjadi sentimen pergerakan saham SQMI. “Berubah dari pertambangan batubara ke emas, tren keduanya sama-sama menurun, jadi tidak terlalu berbeda,” kata dia. Sebagai informasi, mulai tahun depan Renuka Coalindo akan berfokus pada pertambangan emas yang dipusatkan di Ciemas Gold Project. Tambang yang berada di Sukabumi itu memiliki cadangan 26 ton cadangan emas yang ditargetkan bisa memproduksi sebanyak 185.000 ons troi per tahun dalam bentuk ore. “Memang pasca
rights issue akan di-
inject aset tambang emas yang sudah dieksplorasi secara komprehensif dengan kapasitas produksi 500 ton per hari dan mulai produksi pada Juni 2019,” Kata Direktur Renuka Coalindo Irwan Darmawan kepada Kontan.co.id Sabtu (9/12). Dalam catatan Kontan.co.id Renuka Coalindo mulai mengubah lini bisnisnya sejak tahun 2017. Setelah menjual seluruh tambang batubara miliknya, yakni PT Jambi Prima Coal dan PT Surya Global Makmur, perusahaan ini kemudian beralih menjadi
trader batubara yang kemudian dihentikan pada kuartal I tahun ini. Setelah itu, Renuka hanya mengandalkan pendapatan dari kontrak jasa
management mining support service (MMSS) yang terdiri dari
security application system, community development program, back office system dan
catering delivery manage service. Kontrak dengan salah satu perusahaan yang dirahasiakan itu berlangsung selama tiga tahun dengan total nilai US$ 150.000.
Ketika disinggung mengenai lonjakan harga saham SQMI, Irwan menyebut pihaknya menyambut baik lonjakan tersebut “Rasanya investor menagkap sinyal positif dari saham kami dari keterbukaan informasi yang mereka dapatkan,” kata dia. Pihaknya sangat mengharapkan kepada pemegang saham SQMI untuk dapat melakukan
exercise dari
rights issue yang mereka dimiliki di PUT I. Karena jika publik tidak melaksanakan haknya, maka kepemilikan publik di perusahaan ini akan terdilusi menjadi sebesar 0,39% dari sebelumnya 20%. Sementara kepemilikan mayoritas Renuka Coalindo setelah rights issue akan diperoleh Wilton Resources Holding sebesar 98,04%. Selain itu, jika saham SQMI terserap sempurna oleh publik di PUT I maka 80% akan digunakan untuk mengambil alih secara tunai saham Wilton Investment yang dikuasai oleh Wilton Resources Holding sebesar Rp 3,7 triliun. Kemudian sisanya akan digunakan oleh perusahaan untuk modal kerja Wilton Investment yang disalurkan lewat bentuk pinjaman selama lima tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati