Harga SUN bisa semakin menurun



JAKARTA. Ada kabar baik bagi pemodal yang gemar mengoleksi surat utang negeri ini. Pemerintah berencana menambah pasokan Surat Utang Negara (SUN), untuk menambal kekurangan defisit anggaran negara.

Penambahan suplai SUN diperkirakan mencapai Rp 30 triliun. Jadi, total target nilai emisi Surat Berharga Negara (SBN), dalam bentuk sukuk maupun SUN, tahun ini bisa mencapai Rp 164,5 triliun.

Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Sekuritas, memprediksi, penambahan suplai SUN, tentu bisa menurunkan harga instrumen tersebut. Skenario itu terjadi, apabila tingkat permintaan dari investor tidak berubah.


Nah, harga SUN, beberapa pekan belakangan, relatif tertekan akibat dana asing mengalir keluar. "Pemodal asing keluar mengantisipasi kenaikan laju inflasi dan perubahan BI rate akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)," ujar Lana, kemarin.

Investor asing menguasai 30,1% kepemilikan SUN, senilai Rp 225,81 triliun per 1 Maret 2012. Angka tersebut menurun Rp 9,2 triliun dibandingkan posisi per awal Februari tahun ini. Indeks harga SUN melanjutkan penurunan empat hari terakhir ke posisi 112,41, Senin (5/3).

Lana menilai, penurunan harga SUN masih belum drastis karena Bank Indonesia (BI) masuk ke pasar menopang harga. Namun, karena itu pula, para lokal menahan diri untuk masuk karena harga dinilai masih mahal.

Situasi itu terendus jika kita membandingkan yield SBN tiga bulan pada lelang SUN 23 Februari lalu, yang sebesar 2,2%, dengan bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR), di periode sama, yang sebesar 4,25%. "Ketidakseimbangan itu mengindikasikan harga SBN sudah terlalu mahal," ujar Lana.

Dalam situasi semacam itu, pemodal lokal, terutama perbankan, lebih memilih menempatkan kelebihan dananya di pasar uang atau Fasilitas Simpanan BI (FaSBI).

I Made AS, analis Obligasi NC Securities, berujar senada. Kendati saat ini likuiditas di pasar besar, investor masih menahan diri untuk masuk. Efek kenaikan BBM terhadap inflasi masih menjadi pertanyaan pelaku pasar.

Selama belum ada prediksi yang lebih jelas, pasar SUN cenderung sepi, kendati minat investor sejatinya besar. Ditambah rencana penambahan suplai, sentimen penekan harga SUN semakin banyak. "Intinya, kalau ada kejelasan harga BBM, investor akan menghitung, pasar SUN akan kembali semarak," ujar Made.

Prediksi Lana, hingga akhir kuartal I ini, tren harga SUN masih melandai. "Jika inflasi di bulan April naiknya tidak melebihi 1%, obligasi akan kembali reli," ujar Lana.

Lelang SUN

Hari ini (6/3), pemerintah menggelar lelang SUN dengan target indikatif Rp 5 triliun. Ada lima seri SUN yang ditawarkan, termasuk dua seri baru bertenor pendek. Keduanya adalah SPN03120607 dan SPN12130307. Yang pertama bertenor tiga bulan, dan yang kedua berjangka setahun.

Tiga seri SUN lain yang ditawarkan merupakan reopening. Mereka adalah FR0060 yang berjangka waktu lima tahun, FR0061 (10 tahun), dan FR0050 (15 tahun).Lana memprediksi, tawaran penempatan dana yang masuk dalam lelang hari ini masih akan berlimpah (oversubscribed). "Nilai penawaran yang masuk bisa di kisaran Rp 15 triliun-17 triliun," ujar dia.

Made memprediksi nilai penawaran masuk berkisar Rp 15 triliun-Rp 20 triliun. Perbankan masih akan memburu seri new issuance bertenor pendek. Sementara pengelola dana pensiun dan investor asing kemungkinan memburu seri SUN bertenor panjang. "Yield FR0060 bisa di kisaran 4,8%-4,85%, sedangkan FR0061 sekitar 5,55%-5,65%, dan FR0059 di rentang 6,05%-6,10%," prediksi Made.

Ezra N. Ridha, Vice President Head of Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia, memprediksi, minat membeli SUN akan tergerus. Alasan Ezra, suplai SUN yang melimpah serta sentimen negatif kenaikan harga BBM memaksa investor beralih pelan-pelan memburu obligasi korporasi. "Agresivitas investor di pasar SUN sedikit berkurang," kata Ezra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie