Harga SUN Seri Benchmark Terkoreksi di Awal Tahun 2022



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Surat Utang Negara (SUN) seri benchmark atawa acuan menurun di awal tahun akibat rencana pengetatan kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed). Meski begitu, analis memproyeksikan tren penurunan kinerja pasar obligasi akan terbatas. 

Berdasarkan data Bloomberg, Rabu (12/1), yield SUN seri acuan tenor 10 tahun FR0091 berada di 6,39% dari 6,30% sepekan lalu. Kompak, seri acuan 5 tahun FR0090 juga naik di 5,21% dari 5,00% di sepekan lalu. Kenaikan yield tersebut menunjukkan bahwa harga obligasi terkoreksi. 

Head of Fixed Income Bank Negara Indonesia Fayadri mengatakan penurunan harga SUN di awal tahun dipengaruhi oleh antisipasi pelaku pasar terhadap proyeksi kenaikan suku bunga. Kemungkinan besar kenaikan suku bunga akan dilakukan bank sentral global maupun domestik di tahun ini. 


Baca Juga: IHSG Melemah Tipis ke 6.647 pada Rabu (12/1), Asing Mencatat Net Buy Rp 483 Miliar

Head of Investment Avrist Asset Management Ika Pratiwi Rahayu mengamati pasar obligasi mulai tertekan saat muncul rilis notulensi rapat Federal Open Market Committee (FOMC), yang semakin menegaskan The Fed akan mengetatkan kebijakan moneter untuk menahan lonjakan inflasi dan pulihnya tenaga kerja Amerika Serikat (AS). "Kondisi tersebut meningkatkan ekspektasi pasar terhadap kenaikan Fed Fund Rate yang lebih agresif di 2022," kata Ika, Rabu (12/1). 

Imbas sentimen tersebut, yield US Treasury juga ikut naik dan turut mendorong kenaikan yield pada obligasi Indonesia. Tercatat, yield US Treasury berada di 1,73% dari 1,62% di dua pekan lalu. 

Selain dari sentimen eksternal, Ika melihat faktor negatif di pekan perdana tahun ini juga berasal dari kekhawatiran pasar terhadap lonjakan kasus Covid-19 secara global begitu pun di Indonesia. 

Baca Juga: Simak Jadwal Penerbitan SBN Ritel Tahun 2022, Paling Dekat ORI021

Namun, Fayadri memperkirakan pelemahan harga SUN akan sangat terbatas. Menurut dia, penyesuaian yield atas sentimen pengetatan moneter The Fed sudah mulai terjadi sejak akhir tahun lalu ketika The Fed mulai memberikan sinyal kuat untuk melakukan perubahan kebijakan suku bunga. Alhasil, kenaikan yield atawa penurunan harga SUN tidak akan dalam. 

Sementara, dari dalam negeri, pasar obligasi masih menerima dukungan dari kondisi likuiditas investor, terutama perbankan yang menjadi penopang utama harga SUN bisa tetap stabil. Ika memproyeksikan tren negatif berpotensi berlanjut dalam jangka pendek hingga pekan kedua Januari. Faktor penekan masih berasal dari AS dan rilis inflasi tahunan periode Desember yang diproyeksikan lanjut naik ke level 7,00% yoy. 

Pelaku pasar juga Ika proyeksikan akan bersikap wait and see terhadap beberapa rilis tingkat pengangguran kawasan Eropa, pertumbuhan ekonomi Jerman, hingga tingkat inflasi China. Sedangkan, dari domestik pasar akan mencermati bagaimana perkembangan kasus harian Covid-19 dan pergerakan mata uang rupiah terhadap dollar AS. 

Baca Juga: Suruh Nambah Utang, IMF Kritik Burden Sharing

Sementara, Fayadri mengatakan meski di tahun lalu investor asing banyak keluar dari SUN, tetapi selisih yield SUN dengan yield US Treasury saat ini masih menarik. Dampaknya, investor asing berpotensi untuk kembali dan memberi katalis positif pada pergerakan harga SUN. 

Dalam suasana pasar saat ini yang sudah diliputi ekspektasi kenaikan suku bunga, Fayadri mengatakan tenor pendek hingga menengah akan lebih menarik untuk dijadikan portofolio. Kondisi ini tidak berbeda jauh dengan tahun lalu dan sudah terlihat dari hasil dua kali lelang Surat Berharga Negara di bulan ini. 

Baca Juga: Penerbitan Obligasi Korporasi Tahun Ini Diproyeksikan Tembus Rp 106 Triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati