Harga SUN terkoreksi, apa pilihan strategi untuk Reksadana Pendapatan Tetap?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Manajer investasi dipaksa memutar otak lebih keras dalam mengelola produk reksadana pendapatan tetapnya. Hal ini berkaca pada fakta bahwa harga Surat Utang Negara (SUN) seri acuan 10 tahun telah terkoreksi hingga 9,5% ytd menjadi 88,19 hingga Jumat (24/8).

Head of Investment Avrist Asset Management, Farash Farich bilang, dalam kondisi seperti itu manajer investasi memang hanya memiliki dua opsi, yakni memperpendek durasi tenor SUN atau memperbanyak SUN bertenor panjang dengan harapan memperoleh keuntungan dari kupon yang tinggi.

Ia melanjutkan, menambah kepemilikan pada obligasi korporasi juga bisa dijadikan pilihan. Namun, hal ini bukan perkara mudah. Pasalnya, volatilitas pasar ditambah tren kenaikan suku bunga acuan membuat sebagian penerbit obligasi korporasi memutuskan untuk menunda peluncuran instrumen surat utangnya.


Direktur Panin Asset Management, Rudiyanto mengaku, suplai obligasi korporasi yang terancam berkurang menjadi tantangan tersendiri bagi tiap manajer investasi dalam mengelola reksadana pendapatan tetap.

Namun, ia memaklumi alasan dibalik penundaan tersebut. “Syarat yang paling penting bagi manajer investasi ketika memilih aset dari obligasi korporasi justru ada pada kemampuan emiten tersebut dalam membayar kuponnya,” sebutnya, hari ini.

Opsi lain yang dapat dimanfaatkan oleh manajer investasi ketika pasar sedang goyah adalah dengan memperbesar porsi kas atau pasar uang dalam produk reksadana pendapatan tetapnya. Hal ini didorong oleh stabilnya kinerja reksadana pasar uang di tengah tren kenaikan suku bunga acuan.

Namun, opsi tersebut sangat bergantung pada karakteristik produk itu sendiri. Jika investor suatu reksadana pendapatan tetap memiliki sifat sering keluar-masuk pasar, mau tidak mau manajer investasi mesti meningkatkan porsi kas agar kebutuhan likuiditasnya terpenuhi. “Kalau tidak terlalu butuh likuiditas, justru memperbanyak obligasi yang kuponnya tinggi lebih baik,” tambah Wawan Hendrayana, Head of Investment Research Infovesta Utama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia