Harga susu segar merugikan peternak



JAKARTA. Dewan Persusuan Nasional (DPN) meminta pemerintah meninjau kembali batas bawah harga susu segar di tingkat peternak. Soalnya, batas bawah tersebut belum pernah berubah sejak tahun 2009 lalu, yakni Rp 3.600 per liter. Apalagi, harga batas bawah itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga di pasar internasional, yang saat ini diatas Rp 4.000 per liter.

Teguh Boediyana, Ketua Umum DPN, mengatakan, rendahnya harga susu lokal menyebabkan peternak sapi perah kesulitan meningkatkan produksi. Soalnya, dengan harga itu, peternak tidak memiliki sisa dana untuk investasi dan pengembangan peternakan. "Selama ini industri susu selalu mendapat kemudahan seperti bea masuk impor susu 0%, tapi insentif bagi peternak sapi perah domestik malah tidak ada," kata Teguh, Selasa (28/9).

Menurut Teguh, peningkatan harga bisa memicu semangat peternak. Secara otomatis, hal itu bisa meningkatkan produksi susu nasional. Teguh mengakui, produksi susu dari sapi merah di Indonesia belum mencukupi kebutuhan. Bahkan, industri susu harus mendatangkan sekitar 70% bahan baku berupa susu cair dan bubuk dari negara lain.


Selain itu, pemerintah juga harus membantu mengembangkan industri susu rumahan. Industri ini cukup sederhana, hanya mengolah susu segar dari peternak di sekitar tempat tinggal. "Industri rumahan sebenarnya sudah cukup banyak, tapi mereka kalah bersaing yang berskala besar," ujar Teguh.

Sayangnya, Teguh tidak memiliki data pasti jumlah industri susu rumahan. Yang pasti, industri tersebut berada di sekitar sapi perah. Kementrian Pertanian (Kemtan) mencatat ada 495.000 ekor sapi perah pada tahun 2010. Tahun 2009, jumlah sapi perah hanya sebanyak 475.000 ekor.

Teguh menjelaskan, industri rumahan itu membutuhkan bantuan untuk pemasaran, promosi, dan distribusi. Mengingat, modal industri ini terbatas sehingga tidak efisiensi lagi bila harus menanggung biaya promosi dan lain-lain itu. "Dengan bantuan itu, saya yakin, produksi industri pengolahan susu skala rumahan bisa menyentuh skala ekonomis," tandas Teguh.

Teguh bilang, skala ekonomis industri pengolahan rumahan adalah menghasilkan susu sekitar 500 liter per jam atau sehari sebanyak 4.000 liter. Bila itu tercapai, ia optimis, tahun 2014 nanti, impor susu bisa berkurang dari 70% menjadi 50%. Selain itu, konsumsi susu pun bisa meningkat rata-rata 0,5 liter per tahun. Tahun ini, konsumsi di Indonesia 11,9 liter per kapita, lebih rendah dari Malaysia dan Filipina 22,1 liter per kapita.

Bantuan alat

Jamil Musanif, Direktur Pengembangan Usaha dan Investasi Kemtan, sulit untuk mengubah harga batas bawah susu. Pihaknya lebih memilih memacu produksi susu dengan memberikan bantuan berupa alat pengolahan pasca panen untuk sterilisasi susu. "Alat ini bisa meningkatkan kualitas susu olahan peternak," kata Jamil.

Kemtan menyerahkan bantuan itu kepada kelompok peternak dan pengolahan susu di sejumlah sentra, seperti di Lembang, Sukabumi, dan Batu. Kelompok tersebut mendapatkan bantuan sekitar Rp 300 juta - Rp 1 miliar per tahun.

Menurut Jamil, alat itu bisa meningkatkan kualitas susu peternak, sehingga harga jual susu bisa lebih mahal dari biasanya. "Alat itu juga bisa untuk membuat susu kemasan sederhana, sehingga harga jual susu bisa bisa naik menjadi Rp 10.000 per liter," terang Jamil. Ia optimis, bila harganya bagus, peternak pun semakin gencar menghasilkan susu sapi perah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie