Harga tembaga berpotensi naik dalam jangka pendek



JAKARTA. Harga tembaga terus tertekan. Aksi Bank Sentral Amerika Serikat (AS) mempertahankan stimulus moneter memang memberi angin segar bagi pasar saham dan komoditas pada Kamis pekan lalu. Namun, efek ini hanya bertahan sehari.

Harga tembaga untuk pengiriman tiga bulan ke depan di London Metal Exchange (LME) terus tertekan sejak Jumat. Senin (23/9) harga tembaga di LME masih melemah 0,48% menjadi US$ 7.245 per ton.

Salah satu pejabat penting The Fed, James Bullard mengatakan, bank sentral Amerika Serikat (AS) mungkin akan memangkas stimulus di pertemuan Oktober mendatang. "Jika data ekonomi yang dirilis sebelum pertemuan 29-30 Oktober nanti dirilis kuat, The Fed akan lebih nyaman dengan sedikit pemangkasan di Oktober," ucap Presiden The Fed Saint Louis kepada Bloomberg Jumat lalu.


Juni Sutikno, analis Philip Futures Indonesia mengatakan, tekanan terhadap pasar komoditas masih belum lepas dari isu pengurangan stimulus The Fed. "Pernyataan Bullard dengan potensi pengurangan stimulus telah memicu putaran profit taking di mayoritas komoditas, termasuk tembaga, sehingga harga tembaga jatuh," ujarnya.

Menurut Juni, tekanan terhadap harga tembaga masih akan berlangsung hingga pertemuan The Fed Oktober mendatang. "Namun, pasar berspekulasi The Fed baru akan memangkas Desember nanti," tambahnya.

Dari segi teknikal, harga tembaga masih di atas indikator moving average (MA) 100 dan MA 200, tetapi berada di bawah MA 50. Relative strength index (RSI) bergerak stabil di level 46,15, menandakan ada potensi naik. "Tapi hanya dalam jangka pendek," ujarnya.

Juni memperkirakan, harga tembaga akan menguji level support US$ 6,900 per metrik ton dan resistance US$ 7.350 per metrik ton dalam sepekan mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati