Harga tembaga dan almunium berpotensi menguat



JAKARTA. Harga komoditas berbasis metal diyakini masih bisa terangkat dalam jangka pendek. Data Bloomberg, Rabu (25/2) menunjukkan, harga tembaga pengiriman tiga bulan di Bursa Metal London (LME) ditutup melemah 0,17% menjadi US$ 5.775 per ton. Padahal, sehari sebelumnya, komoditas ini menguat 1,99% ke level US$ 5.785 per ton. 

Pun demikian dengan harga aluminium yang turun 0,88% menjadi US$ 1.794 per ton. Di hari sebelumnya, komoditas ini menguat 1,06% menjadi US$ 1.810 per metrik ton. Harga nikel juga 0,3% ke level US$ 14.345 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. 

Tapi, dalam sepekan terakhir, harga nikel masih melesat sebanyak 3%. Hanya harga timah yang masih bisa naik tipis 0,02% ke level US$ 18.130 per metrik ton dibanding penutupan hari sebelumnya. 


Faiyaz Hudani, Analis Kotak Commodity Services Ltd., dalam riset 26 Februari 2015 menulis, tembaga dan aluminium tertekan lantaran para trader di China mulai kembali menjual komoditas ini setelah libur Imlek. 

Hal inilah yang kemudian mendorong koreksi tembaga dan aluminium meski sehari sebelumnya naik cukup tinggi. Namun, Ibrahim, Direktur PT Equilibrium Komoditi Berjangka mengatakan, harga dua komoditas ini masih berpeluang menguat setidaknya di akhir pekan ini. 

Data manufaktur China yang positif masih menjadi katalis utama dua komoditas berbasis metal tersebut. Per Februari 2015, indeks manufaktur China naik menjadi 50,1 dari bulan sebelumnya yang 49,7. 

Ini adalah indeks manufaktur China tertinggi dalam empat bulan terakhir. "Sebagai importir terbesar, data terbaru dari China jelas menjadi sentimen positif yang mendongkrak harga aluminium dan tembaga," kata Ibrahim, Kamis (26/2). 

Data indeks manufaktur terbaru ini sedikit mengikis kekhawatiran atas perlambatan ekonomi China. Sebelumnya, Bank Dunia juga sudah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2015 China dari 7,2% menjadi 7%. Dana Moneter International (IMF) juga menurunkan proyeksi ekonomi China dari 7,1% menjadi 6,8%. 

Proyeksi perlambatan China itu menjadi salah satu faktor utama yang menekan harga komoditas termasuk aluminium. Pergerakkan aluminium juga tertahan lantaran terus menguatnya dollar Amerika Serikat (AS) akibat didorong rencana The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan.

Beberapa minggu terakhir, tersiar rumor The Fed bakal segera menaikkan suku bunga pada Juni mendatang. Namun, pada perkembangannya, The Fed ternyata tidak optimis yang diperkirakan banyak pihak. 

Dalam testimoni kepada kongres AS, Gubernur The Fed, Jannet Yellen memilih mengambil sikap dovish dengan menyatakan kenaikan suku bunga tidak akan dilakukan setidaknya dalam dua pertemuan The Fed ke depan.

"The Fed masih bersabar untuk mengambil kebijakan menaikkan suku bunga karena ekonomi global dinilai belum stabil,"  ujar Ibrahim. The Fed kemungkinan menunggu terlebih dahulu efek dari program stimulus ekonomi yang digelar Bank Sentral Eropa (ECB).

Mulai Maret nanti, ECB memang akan menggelar stimulus ekonomi sebesar 80 miliar euro per bulan. Kalau berjalan lancar, stimulus itu diharapkan bisa merangsang pertumbuhan ekonomi di kawasan Zona Euro. 

Testimoni Yellen dan data manufaktur China diperkirakan bisa mendongkrak harga komoditas nikel setidaknya pada sepekan ini. Ibrahim merekomendasi beli aluminium dan tembaga masing-masing di kisaran US$ 1.790- US$1.890 per ton dan US$ 5.750-US$ 5.810 per ton. 

Wahyu Tri Wibowo, Analis PT Central Capital Futures memprediksi harga timah dan nikal akan menguat masing-masing di kisaran US$ 17.850-US$ 18.300 dan US$ 14.000–US$ 14.600 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa