KONTAN.CO.ID - Harga tembaga dan aluminium turun di London pada Jumat (22/11). Setelah data ekonomi terbaru menunjukkan aktivitas bisnis zona euro anjlok, melemahkan nilai euro dan memperkuat dolar AS, yang menekan harga logam industri. Melansir
Reuters, harga tembaga tiga bulan di London Metal Exchange (LME) turun 0,7% menjadi US$8.950 per ton dalam perdagangan resmi
open-outcry. Survei menunjukkan, industri jasa zona euro mengalami kontraksi, sementara sektor manufaktur semakin masuk ke dalam resesi bulan ini.
Baca Juga: Harga Tembaga Turun karena Ketidakpastian terkait China, Ukraina, dan Trump Setelah data tersebut dirilis, euro jatuh ke level terendah dalam dua tahun, sementara indeks dolar AS mencapai puncak tertinggi dalam dua tahun. Penguatan dolar AS selama delapan minggu berturut-turut membuat logam yang diperdagangkan dalam dolar menjadi lebih mahal bagi pembeli dengan mata uang lain. Selain itu, kekhawatiran terhadap permintaan di China, konsumen utama logam dunia, menyebabkan harga tembaga turun 12% dari puncaknya pada 30 September. "Logam industri juga kesulitan di tengah meningkatnya ketegangan dan ancaman tarif, yang menurunkan prospek pertumbuhan dan permintaan dalam waktu dekat, sementara emas dan logam investasi lainnya mendapat dorongan sebagai aset safe haven," ujar Ole Hansen, Head of Commodity Strategy di Saxo Bank. Sementara itu, harga aluminium LME turun 0,7% menjadi US$2.614 dan seng melemah 0,9% menjadi US$2.963.
Baca Juga: Harga Logam Industri Berpotensi Naik Terbatas, Ini Pendorongnya Harga timah sedikit turun 0,2% ke US$28.700, tetapi nikel naik 1,0% menjadi US$15.875 didorong oleh pembelian konsumen setelah penurunan harga baru-baru ini. Timah mengalami peningkatan permintaan di tengah penurunan stok yang dipantau Shanghai Futures Exchange (SHFE). Timbal juga naik 0,9% menjadi US$2.017 karena stok SHFE yang berkurang dan pembatalan stok baru di gudang terdaftar LME. Di tengah eskalasi konflik Rusia-Ukraina, harga emas naik 1% setelah Rusia meluncurkan misil balistik hipersonik baru ke Ukraina. Sementara itu, prospek ekonomi China juga tertekan oleh ancaman tarif AS. Sebuah jajak pendapat Reuters menunjukkan Amerika Serikat (AS) dapat memberlakukan tarif hampir 40% untuk impor dari China awal tahun depan.
Namun, penurunan harga tembaga baru-baru ini memicu kebangkitan permintaan di China, tercermin dari penurunan stok tembaga di gudang yang dipantau SHFE selama lima minggu berturut-turut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto