JAKARTA. Tembaga masih menunjukkan tenaga di sepanjang tahun ini meski penguatannya tergolong tipis. Mengutip Bloomberg, Senin (11/7) harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange menguat 0,8% ke level US$ 4.749 per metrik ton dibanding sehari sebelumnya. Angka ini melaju 0,9% dibanding posisi akhir tahun lalu. Direktur Utama PT Garuda Berjangka, Ibrahim memaparkan pergerakan harga tembaga mengikuti harga minyak dunia. Tak heran jika tembaga saat ini turun seiring dengan melemahnya harga minyak.
Pada awal tahun, tembaga tertekan oleh penguatan dollar AS setelah The Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin Desember 2015. Lalu perekonomian China sebagai konsumen tembaga terbesar di dunia sempat terguncang dengan jatuhnya mata uang yuan. Data manufaktur Negeri Panda juga terus mengalami kontraksi. Kondisi oversupply pada pasar tembaga semakin parah. Akhirnya tembaga mencatat level terendah sejak 2009 di US$ 4.331 per metrik ton pada 15 Januari. Menjelang akhir kuartal pertama hingga awal kuartal kedua, pergerakan tembaga kembali positif apalagi setelah The Fed merevisi outlook kenaikan suku bunga menjadi dua kali dari sebelumnya empat kali. Permintaan mulai membaik terutama dari India yang mencatat angka pertumbuhan ekonomi cukup positif. "Hal tersebut dijadikan acuan bahwa konsumsi tembaga akan membaik," ujar Ibrahim, Selasa (12/7). Di sisi lain, para produsen pun mengatasi kelebihan pasokan dengan memangkas angka produksi. Hal ini mendorong tembaga ke level tertinggi di US$ 5.069,5 per metrik ton pada tanggal 17 Maret. Setelah itu, fluktuasi harga tembaga cukup tinggi. Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia kompak merevisi turun outlook pertumbuhan ekonomi global termasuk China dan Amerika Serikat yang menjadi konsumen utama tembaga. Logam industri ini tak mampu bertahan di level tertinggi dan akhirnya kembali melorot.