JAKARTA. Antisipasi pelaku pasar terhadap rilis data HSBC manufaktur China dan hasil rapat FOMC pada Rabu (25/2) mendatang memberikan tekanan terhadap harga tembaga. Dalam tiga hari berturut-turut, harga tembaga tergelincir. Mengutip
Bloomberg, Selasa (24/2), pukul 10:01 am Hong Kong, harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange tercatat turun 0,5% ke US$ 5.642 per metrik ton dibanding penutupan hari sebelumnya. Begitu pun dalam sepekan terakhir harga tembaga merosot tipis 0,1%. Ibrahim, Analis dan Direktur PT Equilibrium Komoditi Berjangka mengatakan bahwa saat ini fokus pasar berpusat pada China dan Amerika Serikat. Tekanan yang tajam dari kedua sentimen ini akan terus menggerus kekuataan harga tembaga di pasar.
Rapat yang dilaksanakan oleh The Fed pada Selasa (24/2) dan Rabu (25/2) diprediksi Ibrahim akan memberikan hasil yang sama. Bahwa intinya The Fed akan tetap menaikkan suku bunga. Hanya, yang perlu dinanti pasar adalah kepastian kapan kenaikan suku bunga tersebut dilakukan. “Walau hasil rapat sekiranya sudah dapat diprediksi, pasar tetap saja mengambil posisi antisipasi dan memilih USD,” kata Ibrahim. Efeknya, index dollar Amerika Serikat (AS) terus melambung. Saat ini index dollar AS sudah menyentuh level 94,72. Bahkan diduga oleh Ibrahim pada Rabu besok menjelang pernyataan Janet Yellen, index USD akan melambung ke titik 95,50. Semakin kuatnya index dollar AS jelas akan semakin membuat posisi harga tembaga melemah. Tidak hanya tembaga, tapi juga harga komoditas lainnya akan ikut ambruk. Selain itu tekanan juga datang dari antisipasi rilis data HSBC manufaktur China yang kembali diprediksi menunjukkan perlambatan ekonomi China masih berlangsung. HSBC flash manufaktur China Januari 2015 diprediksi 49,6 atau di bawah bulan Desember 2014 yakni 49,7. Lanjutannya, pada Senin (1/3) akan rilis data HSBC manufaktur China yang pada Desember 2014 mencatatkan level 49,8. “Intinya masih di bawah level 50, ekonomi China masih kontraksi,” papar Ibrahim. Ini menunjukkan bahwa perekonomian China masih lesu dan berimbas pada turunnya permintaan China terhadap tembaga dan komoditas lainnya. Apabila prediksi pasar benar adanya, maka harga komoditas akan terus koreksi. Sementara permintaan China diduga melambat, stok tembaga justru melonjak. Berdasarkan stok yang tercatat di London Metal Exchange, telah terjadi kenaikan stok tembaga ke level 299.675 metrik ton. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak Februari 2014 lalu dan sudah mengalami kenaikan sebanyak 69% di tahun ini. “Peningkatan stok LME mengindikasikan bahwa ada banyak stok yang tersedia di sana. Kita hanya harus menunggu dan melihat kapan China akan kembali. Karena hingga saat ini kita belum melihat ada kabar baik dari China,” kata David Lennox, Analis Fat Prophets di Sidney, dikutip dari
Bloomberg, Selasa (24/2). Terlepas dari itu sebenarnya rilis data GDP Jerman kuartal empat 2014 menunjukkan level yang stagnan atau sama dengan prediksi dan kuartal tiga 2014 yakni 0,7%. “Ini indikasinya masih ada harapan di Eropa dari Jerman walaupun sempat carut marut akibat Yunani,” kata Ibrahim. Selain itu pada hari ini European Central Bank lewat Mario Draghi akan memberikan pernyataan mengenai kesepakatan Yunani dan Eropa. Dengan tambahan perpanjangan waktu bailout selama empat bulan menurut Ibrahim, Eropa memberikan sentimen positif bagi tembaga. Tapi rasanya sentimen Eropa tidak semenarik China dan AS bagi pasar. Sehingga sentimen positif tersebut tenggelam, menjadikan penurunan harga tembaga akibat China dan AS tidak terelakkan. Ibrahim melihat penurunan harga tembaga masih akan berlanjut. “Apalagi hari ini China dan AS merilis laporan penting yang berpengaruh,” kata Ibrahim. Jika data HSBC flash manufaktur China buruk seperti prediksi dan The Fed tetap konsisten menaikkan suku bunga, tidak ada harapan untuk harga tembaga.
Tidak hanya hari ini saja, Ibrahim pun menduga dalam sepekan ini harga komoditas termasuk tembaga akan terus menurun. “Pada Rabu dan Kamis akan terjadi taking profit besar-besaran karena rilis The Fed dan China, di situ menjadi puncak penurunan harga tembaga,” paparnya. Secara teknikal Ibrahim melihat pergerakan tembaga masih
bearish. Saat ini
moving average dan
bollinger band bergerak 20% di atas
bollinger bawah yang masih mengajak turun. Begitu juga dengan
stochastic di level 70% negatif. Sedangkan
relative strength index (RSI) dan
moving average convergence divergence (MACD) keduanya menunjukkan
wait and see. “RSI dan MACD itu masih ngajak turun hanya nunggu kepastian The Fed dan China,” jelas Ibrahim. Oleh karena itu Rabu besok Ibrahim menduga harga tembaga akan bergerak di
support US$ 5.560 dan
resistance US$ 5.692. Sedangkan untuk sepekan di kisaran US$ 5.500 – US$ 5.600. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa