Harga tembaga masih sulit naik hingga akhir tahun



JAKARTA. Harga tembaga turun dalam dua hari berturut-turut akibat penghentian sebagian kegiatan operasional Pemerintah Amerika Serikat (AS). Hal ini dikhawatirkan akan memperlambat pemulihan ekonomi AS dan mengurangi permintaan logam industri ini.

Harga tembaga untuk pengiriman tiga bulan ke depan di London Metal Exchange (LME) turun tipis menjadi US$ 7.182 per metrik ton hingga Selasa (1/10). Indeks enam logam dasar di LME anjlok 1,5%. Penurunan ini merupakan yang terdalam sejak 29 Agustus 2013.

Sepanjang tahun ini, harga tembaga merosot 9,4%. Beberapa logam yang juga mengalami penurunan harga antara lain aluminium, seng, dan timah. Sementara nikel naik.


Sebuah laporan menunjukkan, ekspansi manufaktur di AS, China, dan Eropa melambat akibat penurunan persediaan tembaga. "Investor semakin enggan mengambil risiko pada saat ini akibat anggaran AS dan kekhawatiran batas utang," ujar Hwang Il Doo, senior trader Korea Exchange Bank Futures Co di Seoul kepada Bloomberg.

Permintaan di pasar fisik tetap stabil akibat tidak adanya aktivitas perdagangan di China pada pekan ini. Bursa perdagangan China ditutup selama 1 Oktober 2013-7 Oktober 2013 dalam rangka hari libur nasional.

Wahyu Tribowo Laksono, analis Megagrowth Futures mengatakan, pergerakan harga tembaga masih menunjukkan konsolidasi sejak Juni 2013. Kisaran harga tembaga berada di level US$ 7.000 sampai US$ 7.400 per metrik ton. Menurut dia, tembaga masih bergerak pada kisaran sempit secara teknikal. "Apapun fundamentalnya, hanya merupakan dorongan sesaat bagi tembaga," ungkap Wahyu, Rabu (2/10).

Hingga kini, belum ada katalis yang kuat untuk mengangkat harga tembaga. Harga tembaga masih bergerak di antara moving average (MA) 50 dan MA 100. Jika MA sudah menyentuh MA 200, maka berpotensi mengerek harga tembaga. Selain itu, tembaga bisa terdongkrak apabila ada konfirmasi ekonomi AS yang membaik.

Hingga akhir tahun, harga tembaga masih akan menguji level di atas US$ 7.000 per metrik ton. Namun, tipis kemungkinan akan menembus level US$ 7.400 per metrik ton, mengingat belum ada sentimen dari China sebagai pengguna tembaga terbesar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati