Harga terus melar, petani karet kantongi berkah



JAKARTA. Kenaikan harga karet di pasar internasional ikut mendongkrak pendapatan petani karet rakyat. Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo) mencatat, harga karet di tingkat petani saat ini berkisar Rp 12.000 per kilogram (kg), atau tumbuh 20% dibandingkan akhir 2012.

Ketua Umum Apkarindo, Lukman Zakaria, mengatakan sejak tiga negara produsen karet sepakat memberlakukan skema pengurangan volume ekspor atau agreed export tonnage scheme (AETS) pada Oktober 2012, harga pembelian karet rakyat terus terkerek. "Harga karet masih mungkin naik, karena curah hujan yang tinggi sehingga petani mengurangi masa sadapannya," ujar Lukman, Rabu (13/2).

Sejak musim hujan melanda sentra produksi karet, petani mengurangi intensitas sadap dari lima kali selama satu minggu menjadi hanya tiga kali seminggu. Bahkan, perkebunan karet di dekat sungai sudah tak bisa disadap karena terendam banjir.


Melihat kondisi ini, Lukman memperkirakan harga karet bisa melambung hingga Rp 15.000 per kg pada April mendatang. Apalagi, cuaca hingga saat ini belum menunjukkan situasi kondusif.

Mengutip data Bloomberg, saat ini harga karet untuk pengiriman Februari 2013 di Tokyo Commodity Exchange berada di kisaran US$ 3,3 per kg, atau meningkat 17,8% dibandingkan sebelum tiga negara produsen membatasi ekspor. Saat itu harga karet sempat hanya US$ 2,8 per kg.

Selama ini, suplai karet dari para petani rakyat kepada perusahaan pengolah karet juga terbatas. Lukman mencontohkan, di daerah Palembang saja, dari permintaan sebanyak 15.000 ton hingga 17.000 ton per hari, hanya mampu dipasok 10.000 ton karet per hari. Bahkan, dengan kondisi seperti saat ini, suplai karet dari petani hanya mencapai 8.000 ton hingga 9.000 ton per hari.

Para pengusaha karet juga memproyeksikan harga karet akan terus melar. Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo), Daud Husni Bastari, mengatakan pendapatan petani karet rakyat sangat dipengaruhi oleh harga karet di pasar internasional. Dia optimistis tren harga karet di masa mendatang masih akan stabil tinggi di kisaran US$ 3 per kg.

Terhambatnya proses sadap di sentra produksi karet tidak hanya terjadi di Indonesia, namun dari negara-negara produsen karet lainnya seperti Thailand dan Malaysia. Meski tidak merinci seberapa besar pengurangan produksi akibat kondisi cuaca ini, Daud menilai hal tersebut cukup mempengaruhi suplai dan permintaan karet.

Akibat kondisi ini, Gapkindo merekomendasikan kebijakan pengurangan volume ekspor karet yang sedianya berakhir pada Maret 2013 tidak diteruskan. "Selama enam bulan pelaksanan pembatasan ekspor karet sudah cukup memberikan shock therapy sehingga harga terangkat," kata Daud.

Seperti diketahui, tiga negara anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC), yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia, telah bersepakat untuk mengurangi volume ekspor karet alam sebanyak 300.000 ton selama enam bulan yang dimulai sejak Oktober tahun lalu hingga Maret tahun ini.

Formula pemangkasan ekspor karet ini didasarkan pada perhitungan kapasitas ekspor karet selama tiga tahun terakhir oleh ketiga negara. Dalam perhitungan tersebut diperoleh formula pembagian untuk Thailand seberat 143.000 ton, Indonesia 117.000 ton dan Malaysia 40.000 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro