KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam upaya memberikan kemudahan akses transportasi udara bagi masyarakat, pemerintah menargetkan penurunan harga tiket pesawat domestik sebelum musim liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025. Sebelumnya, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandi menyampaikan bahwa saat ini pembahasan rencana penurunan harga tiket pesawat tengah berlangsung di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. “Kami menunggu hasil dari Satuan Tugas (Satgas) Khusus Penurunan Harga Tiket Pesawat, yang diharapkan sudah ada sebelum Nataru,” ujarnya kepada media, Rabu (30/10).
Di sisi lain, Maskapai penerbangan juga memberikan respons positif terhadap target ini. Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengungkapkan bahwa Garuda siap menyambut target penurunan harga tiket ini.
Baca Juga: Airlangga Sebut Satgas Penurunan Harga Tiket Pesawat Lanjut di Pemerintah Prabowo Namun, dengan catatan bahwa kebijakan penurunan harga perlu mempertimbangkan beberapa komponen utama biaya, seperti pajak, biaya bandara, dan harga avtur. Irfan menegaskan bahwa penurunan harga tiket harus disertai dengan evaluasi komponen-komponen ini agar tidak berdampak negatif pada kinerja maskapai. "Siap aja (Menyambut target pemerintah menurunkan harga tiket pesawat sebelum Nataru). Namun (Apakah penurunan ini akan berpengaruh pada penurunan kinerja Garuda Indonesia) Tergantung harga tiketnya menurunkan komponen yang mana," ungkap Irfan kepada KONTAN, Selasa (5/11). Pengamat penerbangan Alvin Lie menyebut bahwa tingginya harga tiket domestik dibandingkan rute internasional disebabkan oleh sejumlah faktor regulasi dan pajak yang membebani penerbangan dalam negeri. Ia menyoroti bahwa tiket pesawat domestik dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen, yang akan naik menjadi 12 persen pada Januari 2025, sementara tiket penerbangan internasional bebas dari PPN. Selain itu, harga avtur domestik juga dikenakan PPN, berbeda dengan avtur untuk penerbangan internasional. “Penurunan harga tiket sebenarnya cukup sederhana jika pemerintah serius. Hapus PPN pada tiket domestik, avtur domestik, serta bea masuk dan PPN untuk komponen dan suku cadang pesawat. Evaluasi juga efisiensi pengelolaan bandara untuk menekan biaya retribusi. Jika langkah-langkah ini dilakukan, harga tiket domestik bisa turun sedikitnya 15 persen,” jelas Alvin kepada KONTAN, Selasa (5/11). Alvin juga menyampaikan kekhawatirannya terhadap upaya penekanan harga tiket yang terlalu berat pada maskapai. Ia menegaskan bahwa harga tiket saat ini sudah sesuai standar sejak 2019 dan tidak mengalami kenaikan, meskipun biaya operasional seperti retribusi bandara, sewa fasilitas, dan gaji pegawai mengalami kenaikan. "Maskapai sudah tidak bisa ditekan lagi; pemerintah seharusnya fokus pada perbaikan regulasi yang membebani biaya penerbangan,” kata Alvin. Pemerintah saat ini mengkaji kebijakan seperti penghapusan bea masuk dan pajak impor untuk komponen pesawat, penurunan harga avtur, dan penghapusan PPN pada tiket domestik. Diharapkan hasil kerja Satgas Khusus Penurunan Harga Tiket Pesawat ini dapat memberikan dampak positif bagi penurunan harga tiket, sehingga akses transportasi udara lebih terjangkau bagi masyarakat Indonesia, terutama menjelang masa libur Nataru.
"Mudah-mudahan ini bisa turun dan membuat tentunya perjalanan antara domestik ini lebih giat lagi, lebih banyak lagi. Karena banyak potensi daerah tentunya yang bisa, saya ingin juga berkunjung ke NTT dan lain sebagainya, tapi harga tiketnya liatnya wah luar biasa," ujar dia. Alvin menambahkan, "Benar, dan ini satu hal lagi yang perlu kita perhatikan. Tiket pesawat itu satu-satunya biaya angkut transportasi publik yang dipungut PPN. Naik bus nggak dipungut, naik kapal nggak dipungut, naik kereta nggak dipungut. Tapi kalau naik pesawat dipungut PPN. Dan itu hanya domestik. Kalau kita keluar negeri malah nggak dipungut PPN," pungkasnya.
Baca Juga: Garuda Indonesia Sambut Kehadiran Maskapai Baru BBN Airlines Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati