Harga tiket pesawat turun, Dafam Hotel: Akan berdampak ke jumlah pengunjung hotel



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah untuk menurunkan harga tiket pesawat ditanggapi positif oleh para pengelola hotel. Maklum, turunnya harga tiket pesawat diyakini akan mendongkrak okupansi hotel di dalam negeri.

Andhy Irawan Kristyanto, Chief Executive Officer (CEO) Dafam Hotel Management menyatakan keputusan pemerintah menurunkan tarif tiket pesawat akan berdampak pada jumlah pengunjung hotel dan kinerja hotel yang dikelolanya.

"Pasti ada pengaruh, namun saat kenaikan tarif tiket pesawat diberlakukan beberapa waktu lalu, kami masih eksis. Kami hadapi dengan strategi mendorong pemasukan dari sektor food and beverages (FnB) dan MICE (meeting, incentives, conferencing, incentives, exhibition)," tuturnya kepada Kontan.co.id, Minggu (23/6).


Sebagai informasi, pada Mei 2019, pemerintah telah menurunkan batas tarif tiket pesawat untuk maskapai penerbangan dengan layanan penuh atau full service.

Kini, Kementerian Perhubungan hendak menurunkan harga tiket pesawat domestik untuk penerbangan tarif murah atau low-cost carrier (LCC), lantaran kebijakan tersebut tidak diikuti penurunan tarif maskapai LCC.

Andhy menjelaskan saat pekan libur lebaran 2019 yang masih dibayangi polemik kenaikan tarif tiket pesawat tersebut, Hotel Dafam Semarang yang beroperasi sejak 2010 bahkan masih mencatat tingkat okupansi kamar di kisaran 70%-100%.

"Bisa dikatakan, pengaruh kenaikan tarif tiket pesawat saat itu tidak membuat kinerja kami jeblok, tapi juga tidak bisa memulai dari angka 80%. Jadi, jika tarif tiket turun, pasti akan berdampak lebih baik," lanjutnya.

Pada 2018, pendapatan hotel milik PT Dafam Property Indonesia Tbk (DFAM) masih menunjukan kinerja positif walau sempat terguncang gempa Lombok.

Pada 2018, Dafam membukukan pemasukan di sektor perhotelan sebesar Rp 65,6 miliar, naik 7,9% dari tahun sebelumnya. Pendapatan hotel banyak disokong dari sektor MICE daripada okupansi kamar sebab, menurut Andhy penggunaan layanan sektor MICE pasti merangkap penggunaan FnB dan lain-lain. Dengan kata lain, Dafam memusatkan perhatian pada sektor FnB sebesar 50%, okupansi kamar sebesar 40%, dan lain-lain 10%.

"Pada 2019, kami masih akan menggenjot sektor MICE dan FnB sebab warga lokal Semarang masih banyak yang menggunakan ruangan untuk meeting," tuturnya.

Dari strategi tersebut, DFAM membidik target pendapatan sebesar Rp 75,9 miliar sepanjang tahun 2019. Sementara dalam kinerja manajemen pelayanan hotel, yang membawahi beberapa vila dan resort, DFAM membidik pertumbuhan 19,06% atau setara Rp 13,1 miliar melalui proyek KSO atau joint venture di tahun ini.

Saat ini, DFAM memiliki 20 hotel, mengelola satu resort dan satu vila. Semuanya tersebar di 18 kota, dengan total jumlah 2.378 kamar.

Hotel yang dimiliki DFAM antara lain, Hotel Marlin Pekalongan yang berdiri sejak 2010, Hotel Dafam Semarang yang berdiri pada 2010, Hotel Dafam Cilacap yang dibangun 2011, Hotel Dafam Pekalongan berdiri 2011, dan Hotel Dafam Pekanbaru yang berdiri 2013.

Sementara resort dan villa yang dikelola tahun ini antara lain, Kayangan Villa Ubud di Bali, Dafam Express Jaksa Jakarta, Dafam Express Wonosobo, Dafam Express Sentani, Dafam Express Purwokerto, Meotel Malang, Dafam Express Yogyakarta (YIA), dan Guci Resort Tegal yang sedang dalam proses pembangunan.

"Pada Mei, vila yang kami kelola di Bali bahkan masih optimal mencapai okupansi di kisaran 50%-100% saat adanya travel warning karena kerusuhan pasca Pemilu. Ini juga dibantu dengan adanya promosi 2-3 hari. Dari sana, kami sangat optimis masih bisa mempertahankan kinerja di tengah polemik tarif tiket pesawat," imbuhnya.

Andhy menutup, dalam jangka panjang DFAM menargetkan menambah 50 hotel sampai 2025 dan menyandang gelar sebagai perusahaan hotel terbanyak di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi