Harga timah berpeluang sentuh US$ 20.000



JAKARTA. Membaiknya perekonomian China berpeluang mengangkat harga timah hingga ke level US$ 20.000 per metrik ton pada akhir triwulan III 2016.

Mengacu situs investing.com, Senin (18/7) pukul 14.47 WIB, harga timah kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange turun 0,44% dibandingkan hari sebelumnya ke level US$ 17.902,5 per metrik ton. Namun, sepekan, harga timah masih naik 0,15%. Akhir pekan lalu, timah ditutup di level US$ 18.140 per metrik ton, harga tertinggi tahun ini.

Analis PT Asia Tradepoint Futures, Andri Hardianto mengatakan, tahun ini merupakan periode bullish bagi pasar komoditas, termasuk timah. Apabila data ekonomi China terus membaik. "Pada akhir kuartal III 2016, harga timah berpotensi melaju ke level US$ 19.500 - US$ 20.000 per metrik ton," proyeksinya.


Seperti diketahui, akhir pekan lalu, China merilis beberapa data ekonomi yang menggairahkan pasar. Produk Domestik Bruto (PDB) China per kuartal II 2016 tumbuh 6,7% (YoY), lebih baik ketimbang konsensus yang dipatok 6,6% (YoY). Lalu, data produksi industri China per Juni 2016 tumbuh 6,2% (YoY), lebih tinggi dibandingkan estimasi 5,9% (YoY) serta posisi bulan sebelumnya 6% (YoY).

Selain itu, penjualan ritel China per Juni 2016 tumbuh 10,6% (YoY), lebih baik ketimbang konsensus dan pencapaian bulan sebelumnya di level 10% (YoY). Angin segar yang membalut Negeri Tirai Bambu umumnya mengangkat harga komoditas. Sebab, China merupakan pengguna sekaligus produsen komoditas terbesar di dunia.

Pelaku pasar juga cenderung bertransaksi di pasar komoditas dan emerging market, sebab, pasar keuangan Eropa belum solid pasca hasil referendum rakyat Inggris 23 Juni 2016 yang memutuskan keluar dari Uni Eropa. Ditambah performa dollar Amerika Serikat (AS) yang terlihat melemah jelang pemilihan umum presiden negara tersebut. Mengacu Bloomberg pada Senin (18/7) pukul 15.18 WIB, indeks dollar AS turun0,01% dibandingkan hari sebelumnya menjadi 96,57.

Katalis positif juga bersumber dari rencana penggelontoran stimulus negara-negara di benua biru dan Jepang. "Adanya stimulus atau pelonggaran moneter dapat mendorong pertumbuhan," imbuh Andri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini