KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Timah menjadi salah satu komoditas yang harganya ikut melambung belakangan ini. Tercatat, harga timah di London Metal Exchange (LME) kontrak pengiriman tiga bulan pada hari ini berada di US$ 44.205 per metrik ton. Jika dihitung sejak akhir tahun, harga ini secara
year to date telah menguat 13,75%. Tren harga timah yang sedang tinggi dinilai akan menjadi katalis positif bagi emiten produsen timah seperti PT Timah Tbk (TINS).
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio mengatakan, laju kenaikan harga timah tersebut akan menopang kinerja emiten pelat merah tersebut pada tahun ini. Ia berkaca dari kinerja TINS pada kuartal III-2021, walau mengalami penurunan pendapatan dari total penjualan, TINS masih bisa membukukan laba bersih Rp 611 miliar, yang membalikkan keadaan rugi pada kuartal yang sama tahun 2020.
“Jadi diproyeksikan pula dengan kenaikan harga timah yang jauh lebih tinggi dari tahun lalu, TINS bisa kembali mendulang pendapatan yang optimal tahun ini,” kata Frankie ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (10/3).
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Emiten Sawit di Tengah Sentiment Kenaikan DMO CPO Frankie meyakini, harga timah pada tahun ini masih akan tetap tinggi. Terlebih dengan industri otomotif khususnya kendaraan listrik (EV) terus berkembang di mana industri ini memang secara signifikan memerlukan timah dalam proses produksinya. Sementara analis OCBC Sekuritas Inav Haria Chandra dalam risetnya pada 9 Februari menulikan, pada tahun ini, TINS berpotensi kembali mencatatkan penjualan timah yang normal di kisaran 30.000 - 35.000 pada tahun ini. Adapun, kinerja TINS pada tahun 2021 kurang optimal lantaran per akhir September 2021, jumlah penjualannya hanya mencapai 19.000 ton, atau turun 58% secara
year on year. Namun, setidaknya, TINS berhasil mencatatkan pertumbuhan secara kuartalan setelah mencapai level terendahnya pada kuartal I-2021 silam. “Pertumbuhan kuartalan tersebut masih akan berlanjut pada kuartal IV-2021. Jika melihat data ekspor timah terbaru Indonesia yang naik 10% secara kuartalan, kami memproyeksikan volume penjualan timah pada 2021 akan mencapai 26.000 ton,” kata Inav dalam risetnya.
Baca Juga: Trafik Mulai Pulih, Simak Rekomendasi Saham Jasa Marga (JSMR) dari Analis Berikut Sementara pada tahun 2022, Inav meyakini TINS akan mampu membukukan volume penjualan hingga 32.000 ton. Menurutnya, kenaikan volume tersebut tidak akan membuat TINS harus mengorbankan
Average Selling Price (ASP) jadi lebih rendah. Apalagi, pada tahun ini, ekspor timah Indonesia yang masih rendah akan menjadi isu kurangnya pasokan timah global. Inav menjelaskan, saat ini pemerintah masih menunda persetujuan proses Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) beberapa perusahaan privat, kemungkinan mengenai laporan eksplorasi yang belum lengkap. Padahal, persetujuan tersebut diperlukan agar para perusahaan mendapat izin ekspor.
Editor: Tendi Mahadi