Harga timah lesu, TINS melirik bisnis baru



JAKARTA. Harga timah terus merosot mengekor tren koreksi harga minyak mentah internasional. Sejak awal tahun ini hingga Selasa (7/4), harga timah untuk pengiriman April 2015 di Bursa London sudah menyusut 13,86% menjadi US$ 16.712 per ton.

Koreksi harga timah menyebabkan sejumlah produsen komoditas itu mengatur strategi demi mempertahankan bisnisnya. PT Timah Tbk (TINS), misalnya, mulai memperkuat bisnis non-timah.

Emiten pelat merah ini ingin menggenjot kontribusi bisnis non-timah dari sebelumnya 5% menjadi 25% dari total pendapatan.


Meski demikian, manajemen TINS menegaskan tak akan beralih fokus dari bisnis di timah.

Mengacu target bisnis non-timah, TINS akan mengejar pertumbuhan laba dan pendapatan hingga dua kali lipat dari tahun lalu. "Target pendapatan tahun ini kira-kira hampir Rp 10 triliun dan laba bersih Rp 1 triliun. Porsi timah akan berkurang menjadi 75% dari pendapatan," ungkap Sukrisno, Direktur Utama TINS, akhir Maret lalu.

Kepala Riset Buana Capital Suria Dharma mengatakan ekspansi TINS mendiversifikasi bisnisnya ke bidang properti dan rumahsakit. TINS saat ini memiliki cadangan lahan alias land bank seluas 176 hektare (ha) di Bekasi.

Hasan, analis Ciptadana Sekuritas dalam risetnya pada 6 Maret 2015 menuliskan, TINS akan membangun kawasan mixed-used di Bekasi. Untuk membangun kawasan tersebut, TINS telah menyiapkan dana Rp 1 triliun yang berasal dari kas internal. Menurut Hasan, tahun ini TINS berharap sudah bisa meraih pendapatan dari bisnis properti.

Prospek diversifikasi

Di bisnis rumahsakit, TINS memilih lokasi Bangka Belitung. Sebelumnya TINS sudah memiliki rumahsakit yakni RS Bakti Timah. "Dulu, rumahsakit itu berupa yayasan, namun tahun ini perusahaan mulai mengomersialkannya dengan membangun perusahaan baru," tutur Suria.

Bisnis rumahsakit diharapkan bisa mendorong kinerja TINS. Bahkan Hasan berharap, bisnis ini sudah mulai berkontribusi ke pendapatan TINS pada 2015.

Sedangkan Suria kurang yakin dengan diversifikasi bisnis TINS. "Pasalnya, bisnis yang dipilih berbeda jauh dengan bisnis inti TINS," kata dia. Suria juga memprediksi penggunaan timah tahun ini cenderung mendatar. Hal itu terlihat dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan tahunan atau compound annual growth rate (CAGR) penggunaan timah hanya 0,71%.

Seperti solder yang merupakan penggunaan terbesar di dunia dari logam timah, menyumbang sekitar 50% penggunaan global dan memiliki CAGR 1,35% pada periode 2004 hingga 2013.

Analis Panin Sekuritas Fajar Indra dalam risetnya pada 6 Maret 2015 mengatakan, di tahun ini TINS berpeluang menjual kembali timah secara besar-besaran. Dia mencatat, di periode yang sama tahun lalu TINS akhirnya menjual timah dalam jumlah signifikan, sehingga volume penjualannya naik 87,4% quarter on quarter (qoq), menjadi 11.243 ton. Hal ini membuat siklus konversi kas pada kuartal IV 2014 menurun menjadi 178 hari dibandingkan kuartal sebelumnya selama 211 hari.

Fajar menerka pendapatan TINS di tahun iniĀ  menurun 7% menjadi Rp 6,87 triliun. Tak hanya itu, laba bersihnya juga diprediksi menyusut 11% menjadi Rp 571 miliar.

Suria dan Hasan merekomendasikan hold dan masing-masing menargetkan harga di Rp 1.005 dan Rp 1.110. Adapun Fajar merekomendasikan neutral di Rp 1.100. Harga TINS kemarin menyusut 2,11% menjadi Rp 930 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto