Harga Timah Mulai Melemah, Simak Rekomendasi Saham PT Timah (TINS)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas timah mulai melemah. Sebelumnya, harga komoditas logam ini melesat menyentuh rekor harga tertingginya sebesar US$ 47.540 per ton di bulan Maret 2022, setelah Rusia melakukan invasi ke Ukraina di akhir Februari 2022.

Setelahnya, harga timah turun 56,3% ke level US$ 20.525 per ton di bulan September 2022. Analis Ciptadana Sekuritas Thomas Radityo menilai, penurunan harga timah ini seiring melemahnya permintaan dan pengetatan kondisi moneter global. Hal ini menutupi sentimen hambatan yang datang dari sisi penawaran, seperti rendahnya persediaan dan berkurangnya produksi di paruh pertama 2022.

Thomas melihat, rintangan yang dihadapi komoditas timah akan berlanjut pada semester kedua 2022, meskipun kebijakan pelonggaran lockdown di China dan potensi stimulus dari negeri Tirai Bambu itu akan meningkatkan permintaan timah dan mendukung harga timah dalam jangka menengah. Hanya saja, Thomas melihat banyak pemain timah di Amerika Selatan dan Afrika  yang mulai berproduksi.


Hal ini meningkatkan pasokan timah dalam jangka pendek dan mengangkat persediaan timah di London Metal Exchange (LME) sebesar 130% menjadi 4,6 juta ton dari titik terendah di bulan April 2022 sebesar 2,0 juta ton.

Baca Juga: Penuhi Pasar Ekspor, TINS Kirim Timah Solder ke China, Taiwan, Korsel, India

“Oleh karena itu, kami menurunkan harga patokan timah untuk 2022-2023 masing-masing sebesar 3,2% dan 3,1% menjadi US$ 31.500 per ton dan US$ 32.000 per ton,” tulis Thomas dalam riset, Kamis (8/9)

Setelah merevisi turun patokan harga timah LME, Ciptadana Sekuritas memangkas proyeksi laba bersih PT Timah Tbk (TINS) untuk tahun 2022 dan 2023 masing-masing sebesar 16,9% dan 16,6% menjadi Rp 1,7 triliun dan Rp 1,8 triliun.

Ciptadana Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli saham TINS namun dengan target harga yang lebih rendah, yakni sebesar Rp 2.300 per saham dari sebelumnya Rp 2.800 per saham. Kemungkinan risiko dari rekomendasi ini datang dari faktor volatilitas harga timah, kinerja operasional yang lebih rendah dari yang diharapkan, biaya tunai yang lebih tinggi dari perkiraan, dan perubahan regulasi pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati