Harga Timah Naik, Kinerja TINS Ikut Terdongkrak



JAKARTA. Harga timah terus melambung. Asosiasi Pertambangan Indonesia memperkirakan, harga komoditas ini bisa menembus US$ 20.000 per ton, rekor tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan analis Sucden Financial Ltd Brenda Sullivan meramalkan, harga timah bisa menembus US$ 21.708 per ton.

Kenaikan ini disebabkan kemerosotan produksi timah Indonesia. Cadangan timah di tambang Bangka Belitung mulai menipis, sementara produsen timah besar, seperti PT Timah Tbk dan PT Koba Tin, belum menemukan ladang baru.

Seretnya produksi timah di Tanah Air ini mampu mempengaruhi pergerakan harga dunia. Maklum, Indonesia adalah produsen timah terbesar kedua setelah China.


Peningkatan harga ini tentu berkah tersendiri bagi PT Timah Tbk (TINS). Emiten ini berupaya menelurkan strategi baru di tengah keterbatasan cadangan timah. Strategi itu antara lain, pengembangan produk timah baru bernama lead free solder dan tin chemical. Itu adalah bahan baku logam timah mentah dengan campuran bahan kimia.

Produk ini dapat menggantikan solder timah dan bisa digunakan untuk alat elektronik.

Pendapatan Rp 8 triliun

Analis Erdhika Sekuritas Robby Has menilai, perusahaan yang menyuplai pasar Asia Pasifik, Eropa, dan sebagian Amerika Serikat ini dapat meraih pendapatan Rp 8 triliun. "Laba bersih tahun ini bisa Rp 600 miliar," ramal dia. Pada 2009 laba bersih TINS Rp 313,8 miliar.

Ia yakin, TINS mampu meningkatkan produksi. Apalagi manajemen perusahaan itu telah mempunyai strategi lain demi menggenjot produksi, yakni mengurangi ketergantungan penambangan timah di darat. Mulai akhir 2010, PT Timah menambah kapal untuk menambang bijih timah di laut dengan kedalaman hingga 60 meter.

Metty Fauziah, Analis Danareksa Sekuritas, menduga, dengan tren kenaikan harga sekarang, pendapatan TINS akan mencapai Rp 8,32 triliun dan laba bersihnya akan di atas Rp 580 miliar. Sedangkan volume penjualan tahun ini dia perkirakan mencapai 48.000 ton.

Pada triwulan pertama 2010 volumen penjualan TINS sebanyak 9.770 ton. "Harga jual rata-rata timah tahun ini akan mencapai lebih dari US$ 16.000 per ton," katanya.Sedangkan Analis Bahana Securities Surabhi Chopra menebak, rata-rata harga timah 2010 sebesar US$ 17.000 perton. "Dalam beberapa tahun ke depan bisa tembus US$ 19.000 perton," ucapnya.

Ia menghitung, setiap kenaikan US$ 1.000 per ton akan mengerek pendapatan TINS sebanyak 13%.

Namun Surabhi memperkirakan, produksi TINS akan terus menurun, karena karena pembatasan kuota ekspor timah yang diterapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Selain itu cadangan timah mereka juga sudah kian menipis.

Sebab itu, Surabhi merevisi rekomendasi saham TINS dari beli menjadi jual. "Saya downgrade target harga TINS dari Rp 3.100 menjadi Rp 1.800," katanya.

Sedangkan Robby Has masih menilai TINS bisa naik sampai Rp 2.942 per saham. "Saya rekomendasi buy," katanya. Metty juga masih merekomendasikan beli saham TINS. "Target hargaTINS bisa naik sampai ke Rp 3.475 per saham," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie