JAKARTA. Meningkatnya harga timah di pasar logam hanya akan berdampak pada naiknya pendapatan perusahaan besar timah seperti PT Timah Tbk, dan PT Koba Tin. Namun, pendapatan penambang timah juga mengalami kenaikan dibandingkan awal tahun lalu. “Sekarang harga pasir timah itu Rp 120 juta per ton, kalau Januari lalu hanya sekitar Rp 60 juta per ton,” kata Rudy Irawan, Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI). Hanya saja, keuntungan yang didapatkan oleh penambang saat ini tidak bisa merata karena banyak penambang di daratan yang sudah menghentikan operasinya. Terhentinya operasional KP di daratan itu disebabkan oleh banyak hal. Pertama, habisnya cadangan; dan kedua, adanya kehawatiran adanya razia petugas sehubungan dengan berlakuknya Undang-Undang (UU) Mineral dan Batubara yang mengharuskan lahan tambang minimal 5000 hektar.Sementara itu, PT. Timah salah satu eksportir timah terbesar di Indonesia tahun 2009 lalu mencatat laba bersih sebesar Rp 313,8 miliar, padahal harga timah pada tahun 2009 berada di titik terendah sejak tiga tahun terakhir. Dengan kenaikan harga timah triwulan pertama tahun ini diprediksi, pendapatan timah juga ikut terkerek naik. “PT Timah yang akan mendapatkan keuntungan karena mereka yang bisa beroperasi dilaut,” kata Rudy.Melihat perluang yang besar tersebut, PT Timah berusaha meningkatkan produksinya dengan jumlah armada Kapal Isap Produksi (KIP) yang rencananya berjumlah 15 unit itu. Tidak hanya itu, PT Timah juga mengembangkan pembangunan kapal keruk dengan teknologi baru yang dapat menyentuh kedalaman sampai dengan 60 meter atau yang dikenal dengan Bucket Wheel Dredge (BWD).Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Harga Timah Naik, Perusahaan Timah Mengeruk Untung
JAKARTA. Meningkatnya harga timah di pasar logam hanya akan berdampak pada naiknya pendapatan perusahaan besar timah seperti PT Timah Tbk, dan PT Koba Tin. Namun, pendapatan penambang timah juga mengalami kenaikan dibandingkan awal tahun lalu. “Sekarang harga pasir timah itu Rp 120 juta per ton, kalau Januari lalu hanya sekitar Rp 60 juta per ton,” kata Rudy Irawan, Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI). Hanya saja, keuntungan yang didapatkan oleh penambang saat ini tidak bisa merata karena banyak penambang di daratan yang sudah menghentikan operasinya. Terhentinya operasional KP di daratan itu disebabkan oleh banyak hal. Pertama, habisnya cadangan; dan kedua, adanya kehawatiran adanya razia petugas sehubungan dengan berlakuknya Undang-Undang (UU) Mineral dan Batubara yang mengharuskan lahan tambang minimal 5000 hektar.Sementara itu, PT. Timah salah satu eksportir timah terbesar di Indonesia tahun 2009 lalu mencatat laba bersih sebesar Rp 313,8 miliar, padahal harga timah pada tahun 2009 berada di titik terendah sejak tiga tahun terakhir. Dengan kenaikan harga timah triwulan pertama tahun ini diprediksi, pendapatan timah juga ikut terkerek naik. “PT Timah yang akan mendapatkan keuntungan karena mereka yang bisa beroperasi dilaut,” kata Rudy.Melihat perluang yang besar tersebut, PT Timah berusaha meningkatkan produksinya dengan jumlah armada Kapal Isap Produksi (KIP) yang rencananya berjumlah 15 unit itu. Tidak hanya itu, PT Timah juga mengembangkan pembangunan kapal keruk dengan teknologi baru yang dapat menyentuh kedalaman sampai dengan 60 meter atau yang dikenal dengan Bucket Wheel Dredge (BWD).Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News