KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sempat naik nyaris 1% pada perdagangan kemarin, harga timah global diprediksi sanggup tumbuh lebih baik di tahun ini. Hanya, saja untuk jangka menengah pergerakannya cenderung masih akan melemah mengingat harga timah sudah turun cukup dalam di tahun lalu. Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Selasa (11/1) harga timah di London Metal Exchange (LME) tercatat naik hingga 0,92% ke level US$ 16.475 per metrik ton. Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, tahun ini ada harapan bagi harga timah untuk
rebound, setelah tahun lalu kinerja komoditas logam rata-rata mencatatkan kinerja buruk dan cenderung melorot.
"Pelemahan
demand (tahun lalu), karena lemahnya pasar semikonduktor. Namun, harga yang
oversold bisa memicu
rebound," jelas Wahyu kepada Kontan.co.id, Rabu (12/2).
Baca Juga: Terdampak virus corona, ini strategi PT Timah (TINS) di 2020 Menurutnya, potensi
rebound harga timah tahun ini akan dipicu dua faktor, pertama ditopang oleh pasokan timah baru di China yang mana berkontribusi terhadap 50% produksi timah global. Kedua, didukung kenaikan konsumsi timah dari sektor solder/pateri di tengah kemungkinan menurunnya teknologi dan ketegangan perang dagang. Sementara itu dari sisi penawaran, berkurangnya produksi sebesar 20.200 metrik ton atau sekitar 6% dari total output global, yang dilakukan oleh 14 pabrik di China September 2019, dampaknya akan mulai terasa di tahun ini. Sementara dari isi permintaan, ketegangan teknologi tahun ini akan berkurang setelah China, Jepang dan Korea Selatan mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember lalu. Dengan begitu, peningkatan penjualan semikonduktor bakal meningkat dan menguntungkan permintaan timah. Adapun terkait dampak dari berkembangnya virus Corona, terhadap harga timah dinilai Wahyu cukup berbeda dibandingkan dengan komoditas lainnya, seperti minyak, CPO dan
based metal tembaga. "Dampak ke timah justru tidak signifikan, kontras dengan harga tembaga yang cenderung anjlok. Sedangkan timah hanya melemah relatif dekat dengan level rendah sebelumnya," jelas Wahyu.
Baca Juga: Cenderung lesu di awal tahun, harga perak masih berpeluang naik Dia menerangkan, minimnya dampak virus corona terhadap harga timah lantaran harga timah sudah anjlok terlalu dalam di tahun lalu, sehingga di tahun ini penurunannya cenderung akan terbatas. Sedangkan harga tembaga cenderung masih bergerak konsolidasi di tahun lalu, sehingga ruang penurunan tahun ini masih terbuka. Meskipun begitu, Wahyu menilai beberapa waktu terakhir banyak harga komoditas yang mulai mengalami
rebound. Apalagi, dua pekan pasca virus corona menyebar, dampaknya secara global tidak terlalu mencemaskan, sehingga sedikit melegakan bagi pasar dan mendorong harga
rebound. "Jadi secara fundamental, masih ada harapan lebih baik bagi timah di 2020, setidaknya
slightly better than 2019. Kembali dengan harapan membaiknya
demand dan berkurangnya
supply," tegasnya.
Baca Juga: Januari 2020, emas jadi komoditas yang paling banyak ditransaksikan di BBJ Untuk jangka menengah, Wahyu menilai pergerakan harga timah masih melemah namun akan
overbought mendekati level US$ 15.000 per metrik ton. Namun, ada potensial
rebound ke area US$ 18.000 hingga US$ 22.000 per metrik ton di tahun ini. Namun, Wahyu juga mengakui peluang untuk mendekati level US$ 22.000 per metrik ton cukup berat, sehingga prediksi harga untuk di jangka menengah atau kuartal pertama berada di kisaran US$ 15.000 per metrik ton hingga US$ 19.000 per metrik ton, dengan rekomendasi
buy on weakness. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati