Harga Timah Terpuruk, Laba Bersih TINS Anjlok 76,6%



JAKARTA. Longsornya harga komoditas timah membuat rapor PT Timah Tbk (TINS) merah. Pada tahun 2009, laba bersih perusahaan tambang pelat merah ini anjlok 76,62% dari Rp 1,34 triliun pada 2008 menjadi Rp 313,75 miliar.

Menurut Abrun Abubakar, Sekretaris Perusahaan TINS, buruknya kinerja TINS disebabkan oleh harga timah yang terpuruk pada semester pertama 2009. "Harga jatuh cukup dalam, sementara kami juga tak mau membanjiri pasar dengan produk kami," ujarnya, kemarin (31/3). Berdasarkan catatan Bloomberg, harga rata-rata timah sepanjang tahun 2009 mencapai US$ 13.420,6 per ton.

Analis Bhakti Securities, Reza Nugraha, menilai, kinerja TINS yang memburuk disebabkan oleh dua faktor. Pertama, daya beli yang menurun pada tahun 2009. "Secara global permintaan timah sedang menurun, sehingga harga jualnya menjadi sangat murah," ujar dia.


Penurunan daya beli konsumen TINS terlihat dari pendapatan bersih mereka yang menurun hingga 14,91%. Jika dibandingkan dengan pendapatan TINS pada tahun 2008 yang sebesar Rp 9,05 triliun, tahun 2009 TINS hanya mengantongi pendapatan bersih sebesar Rp 7,7 triliun.

Kedua, cadangan timah mulai menipis. Sehingga membuat TINS harus merogoh kocek untuk mencari sumber timah baru. "Makanya, sejak tahun lalu TINS mulai agresif mencari sumber timah baru untuk mendongkrak produksi mereka," terang Reza.

Namun, pendapat ini dibantah oleh Abrun. Menurutnya, saat ini cadangan timah TINS sangat memadai. Pada tahun ini, TINS menargetkan kapasitas produksinya bisa mencapai 50.000 ton. "Cenderung flat, tapi kami akan mengejar margin dari penjualan barang setengah jadi pada pabrik-pabrik," jelasnya.

Sejatinya, beban usaha TINS tahun lalu menurun 28,68% dari Rp 648,42 miliar pada 2008 menjadi Rp 462,44 miliar. "Pengurangan beban tidak berpengaruh jika pendapatan TINS juga anjlok," ujar Reza. Walhasil, laba bersih per saham TINS ikut tergerus dari Rp 267 per saham pada 2008 menjadi Rp 62 per saham pada tahun 2009.

Reza melihat, kinerja TINS tahun ini masih tergantung pada aksi korporasi yang akan dilakukannya. Jika harga komoditas membaik seiring pemulihan ekonomi dunia tetapi TINS kesulitan menemukan cadangan produksi, maka TINS akan sulit membukukan perbaikan kinerja.

Reza bilang, saat ini investor sedang menunggu langkah TINS. Beberapa pilihan aksi korporasi yang bisa dilakukan TINS adalah mengakuisisi ladang timah atau menemukan ladang timah baru.

Berdasarkan catatan KONTAN, tahun ini TINS menyiapkan belanja modal sebesar Rp 800 miliar. Belanja modal tersebut akan dipakai untuk membiayai penambahan kapal hisap dan kapal keruk.

Harga tiap unit kapal Rp 25 miliar - Rp 30 miliar. TINS berniat menambah lima kapal hisap senilai Rp 125 miliar - Rp 150 miliar. TINS juga menyiapkan dana Rp 200 miliar untuk memodifikasi satu kapal keruk. TINS juga bakal membangun pabrik tin chemical dan mengakuisisi kontrak pertambangan batubara. Tapi, TINS sama sekali tidak berencana untuk mengakuisisi tambang timah baru.

Hingga semester pertama tahun ini, Reza memprediksi harga saham TINS berada di kisaran Rp 10.200 per saham. "Tapi target ini belum fix, harga saham akan mengikuti aksi korporasi TINS," ujarnya. Pada penutupan perdagangan kemarin (31/3), harga saham TINS turun 1,04% menjadi Rp 2.375 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test