JAKARTA. Akan ada pemandangan baru kelak, ketika Anda, para investor reksadana pasar uang, mengecek kinerja portofolio investasi Anda. Jangan kaget saat nilai aktiva bersih (NAB) reksadana pasar uang yang biasanya anteng di level Rp 1.000 per unit menjadi bergerak fluktuatif sebagaimana reksadana konvensional umumnya. Pasal yang mengubah adalah aturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), yang dirilis beberapa waktu lalu. Perubahan itu tertuang dalam aturan IV.C.3, tentang Pedoman Pengumuman Harian NAB Reksadana Terbuka.Aturan itu mewajibkan, mulai tahun depan, NAB reksadana pasar uang dihitung berdasarkan nilai pasar wajar dari efek yang menjadi aset dasarnya (underlying assets). Alhasil, NAB per unit penyertaan reksadana pasar uang akan bergerak seturut nilai pasar wajar aset dasarnya. Jadi, ketika nanti kinerja aset dasarnya buruk, NAB reksadana pasar uang (money market fund) berisiko ikut terpuruk. Demikian juga terjadi sebaliknya.Boleh jadi, sebagian dari Anda yang menjadi investor reksadana jenis ini bertanya-tanya: Adakah hal itu menjadikan risiko berinvestasi di reksadana pasar uang turut meningkat? “Menurut saya, aturan baru ini justru membuat kinerja reksadana pasar uang menjadi lebih transparan,” ujar Edbert Suryajaya, analis Infovesta Utama, lembaga riset pasar modal.Investor bisa memonitor kinerja reksadana pasar uang dengan lebih leluasa. Tingkat kelihaian manajer investasi (MI) dalam mengelola dana para investor akan lebih terpantau. Misalnya saja, ketika kinerja aset dasar bagus namun NAB reksadana pasar uang Anda malah jeblok, tentu Anda sebagai investor bisa menimbang lagi keputusan berinvestasi di produk tersebut.Bagi MI, aturan baru ini dinilai bisa mengembalikan reksadana pasar uang ke “khitah”. “Reksadana pasar uang bukanlah deposito yang hasilnya pasti dengan tenor tetap,” tandas Winston Sual, Presiden Direktur Panin Asset Management.Aturan yang ada selama ini mengasumsikan ada amortisasi atas premium atau diskonto atas obligasi. Cara itu berpangkal dari anggapan bahwa obligasi akan dipegang hingga jatuh tempo. Padahal faktanya, investor bisa menjual reksadana pasar uang sewaktu-waktu dia membutuhkan. Dengan demikian, ada peluang instrumen obligasi yang menjadi aset dasar reksadana pasar uang akan dijual sebelum jatuh tempo.Dengan metode baru, pandangan awam bahwa reksadana pasar uang bersifat tetap alias tidak berkurang nilainya seperti deposito, bisa dihapuskan. Reksadana pasar uang, sama halnya reksadana umumnya, merupakan produk investasi yang berisiko rugi. Sebaliknya, produk ini juga berpeluang memberikan imbal hasil lebih tinggi daripada deposito.Pastikan bebas biayaBukan cuma soal penghitungan NAB yang berubah. Bapepam-LK juga memperjelas varian efek yang bisa dijadikan aset dasar reksadana pasar uang.Meski sudah banyak digunakan menjadi underlying assets reksadana pasar uang, deposito selama ini kerap dipertanyakan tingkat kehalalannya sebagai aset dasar. Maklumlah, dalam aturan sebelumnya yang dirilis tahun 1997, definisi reksadana pasar uang adalah reksadana yang berinvestasi pada efek bersifat utang dengan jatuh tempo kurang dari 1 tahun.Sedangkan deposito, bagi beberapa kalangan, masih sulit dikategorikan sebagai efek utang. Nah, dalam aturan terbaru, Bapepam-LK menegaskan, underlying asset reksadana pasar uang termasuk efek utang yang diterbitkan dengan jangka waktu tak lebih dari setahun. Lalu, efek utang yang sisa jatuh temponya tak lebih dari 1 tahun. Ditambah, instrumen pasar uang dalam negeri.Dengan begitu, MI tak melulu menempatkan aset reksadananya di obligasi jangka pendek. Instrumen pasar uang cukup beragam. Di antaranya, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Deposito, Commercial Paper, dan sebagainya.Regulator juga menegaskan lagi pelarangan bagi MI menarik biaya pembelian dan biaya penjualan reksadana pasar uang.Berdasarkan pengamatan KONTAN, sejauh ini memang jarang ada produk reksadana pasar uang yang dibebani biaya pembelian dan penjualan. Ini sejatinya bukan hal istimewa.Maklum saja, return reksadana pasar uang terbilang mini dibanding reksadana lainnya. Pembebanan biaya hanya akan membuat return makin kecil. Ujung-ujungnya, produk kian tak menarik bagi investor.Perubahan beberapa aturan reksadana pasar uang itu agaknya belum akan berpengaruh signifikan terhadap prospek kinerjanya nanti. Edbert memperkirakan, yield reksadana pasar uang tahun depan berkisar 3%-5% per tahun, seperti saat ini.Fadlul Imansyah, VP Investment CIMB Principal Asset Management, mengaku, CIMB Niaga telah menggelar simulasi penerapan aturan baru itu. “NAB berubah, namun tidak signifikan,” jelas dia.Ya, asal return tetap molek, fluktuasi NAB tentu tak masalah bagi investor, bukan? ***Sumber : KONTAN MINGGUAN 10 - XVII, 2012 ReksadanaCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Harganya tidak lagi bertahan di seribu perak
JAKARTA. Akan ada pemandangan baru kelak, ketika Anda, para investor reksadana pasar uang, mengecek kinerja portofolio investasi Anda. Jangan kaget saat nilai aktiva bersih (NAB) reksadana pasar uang yang biasanya anteng di level Rp 1.000 per unit menjadi bergerak fluktuatif sebagaimana reksadana konvensional umumnya. Pasal yang mengubah adalah aturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), yang dirilis beberapa waktu lalu. Perubahan itu tertuang dalam aturan IV.C.3, tentang Pedoman Pengumuman Harian NAB Reksadana Terbuka.Aturan itu mewajibkan, mulai tahun depan, NAB reksadana pasar uang dihitung berdasarkan nilai pasar wajar dari efek yang menjadi aset dasarnya (underlying assets). Alhasil, NAB per unit penyertaan reksadana pasar uang akan bergerak seturut nilai pasar wajar aset dasarnya. Jadi, ketika nanti kinerja aset dasarnya buruk, NAB reksadana pasar uang (money market fund) berisiko ikut terpuruk. Demikian juga terjadi sebaliknya.Boleh jadi, sebagian dari Anda yang menjadi investor reksadana jenis ini bertanya-tanya: Adakah hal itu menjadikan risiko berinvestasi di reksadana pasar uang turut meningkat? “Menurut saya, aturan baru ini justru membuat kinerja reksadana pasar uang menjadi lebih transparan,” ujar Edbert Suryajaya, analis Infovesta Utama, lembaga riset pasar modal.Investor bisa memonitor kinerja reksadana pasar uang dengan lebih leluasa. Tingkat kelihaian manajer investasi (MI) dalam mengelola dana para investor akan lebih terpantau. Misalnya saja, ketika kinerja aset dasar bagus namun NAB reksadana pasar uang Anda malah jeblok, tentu Anda sebagai investor bisa menimbang lagi keputusan berinvestasi di produk tersebut.Bagi MI, aturan baru ini dinilai bisa mengembalikan reksadana pasar uang ke “khitah”. “Reksadana pasar uang bukanlah deposito yang hasilnya pasti dengan tenor tetap,” tandas Winston Sual, Presiden Direktur Panin Asset Management.Aturan yang ada selama ini mengasumsikan ada amortisasi atas premium atau diskonto atas obligasi. Cara itu berpangkal dari anggapan bahwa obligasi akan dipegang hingga jatuh tempo. Padahal faktanya, investor bisa menjual reksadana pasar uang sewaktu-waktu dia membutuhkan. Dengan demikian, ada peluang instrumen obligasi yang menjadi aset dasar reksadana pasar uang akan dijual sebelum jatuh tempo.Dengan metode baru, pandangan awam bahwa reksadana pasar uang bersifat tetap alias tidak berkurang nilainya seperti deposito, bisa dihapuskan. Reksadana pasar uang, sama halnya reksadana umumnya, merupakan produk investasi yang berisiko rugi. Sebaliknya, produk ini juga berpeluang memberikan imbal hasil lebih tinggi daripada deposito.Pastikan bebas biayaBukan cuma soal penghitungan NAB yang berubah. Bapepam-LK juga memperjelas varian efek yang bisa dijadikan aset dasar reksadana pasar uang.Meski sudah banyak digunakan menjadi underlying assets reksadana pasar uang, deposito selama ini kerap dipertanyakan tingkat kehalalannya sebagai aset dasar. Maklumlah, dalam aturan sebelumnya yang dirilis tahun 1997, definisi reksadana pasar uang adalah reksadana yang berinvestasi pada efek bersifat utang dengan jatuh tempo kurang dari 1 tahun.Sedangkan deposito, bagi beberapa kalangan, masih sulit dikategorikan sebagai efek utang. Nah, dalam aturan terbaru, Bapepam-LK menegaskan, underlying asset reksadana pasar uang termasuk efek utang yang diterbitkan dengan jangka waktu tak lebih dari setahun. Lalu, efek utang yang sisa jatuh temponya tak lebih dari 1 tahun. Ditambah, instrumen pasar uang dalam negeri.Dengan begitu, MI tak melulu menempatkan aset reksadananya di obligasi jangka pendek. Instrumen pasar uang cukup beragam. Di antaranya, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Deposito, Commercial Paper, dan sebagainya.Regulator juga menegaskan lagi pelarangan bagi MI menarik biaya pembelian dan biaya penjualan reksadana pasar uang.Berdasarkan pengamatan KONTAN, sejauh ini memang jarang ada produk reksadana pasar uang yang dibebani biaya pembelian dan penjualan. Ini sejatinya bukan hal istimewa.Maklum saja, return reksadana pasar uang terbilang mini dibanding reksadana lainnya. Pembebanan biaya hanya akan membuat return makin kecil. Ujung-ujungnya, produk kian tak menarik bagi investor.Perubahan beberapa aturan reksadana pasar uang itu agaknya belum akan berpengaruh signifikan terhadap prospek kinerjanya nanti. Edbert memperkirakan, yield reksadana pasar uang tahun depan berkisar 3%-5% per tahun, seperti saat ini.Fadlul Imansyah, VP Investment CIMB Principal Asset Management, mengaku, CIMB Niaga telah menggelar simulasi penerapan aturan baru itu. “NAB berubah, namun tidak signifikan,” jelas dia.Ya, asal return tetap molek, fluktuasi NAB tentu tak masalah bagi investor, bukan? ***Sumber : KONTAN MINGGUAN 10 - XVII, 2012 ReksadanaCek Berita dan Artikel yang lain di Google News