Hari Ini Peringatan 18 Tahun Tsunami Aceh, Kenali Kuburan Massal Siron



KONTAN.CO.ID - Aceh. Hari ini, Senin 26 Desember 2022 adalah peringatan 18 tahun tsunami Aceh. Mari simak kembali sejarah tsunami Aceh serta lokasi kuburan massal korban tsunami Aceh di Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar.

Peringatan tsunami Aceh selalu dipusatkan di kuburan massal Siron. Selain kegiatan seremonial, keluarga bisa mendoakan korban tsunami Aceh.

Tsunami Aceh adalah salah satu bencana terbesar di Indonesia. Tsunami Aceh terjadi pada 26 Desember 2004. Lebih dari 220.000 warga meninggal akibat bencana tsunami Aceh.

Mengutip Kompas.com (21/12/2022), Pemerintah Provinsi Aceh akan memusatkan acara peringatan 18 tahun tsunami Aceh di Kuburan Massal Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar. “Tidak hanya kegiatan seremonial semata, tapi kita bisa sekalian berziarah di sana,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Almuniza Kamal dikutip dari Kompas.com.

Peringatan tsunami Aceh tersebut rencananya diisi dengan dzikir, shalawat, santunan anak yatim, dan doa bersama.

Baca Juga: Aceh diguncang gempa magnitudo 5,5, tidak berpotensi tsunami

Selain Siron, kuburan massal korban tsunami Aceh lainnya adalah di Lambaro, Lhok Nga, dan Ulee Lheu. Umumnya, kuburan massal korban tsunami Aceh tidak memiliki batu nisan. Hal ini karena banyak korban tsunami Aceh yang tidak teridentifikasi.

Meskipun sudah 18 tahun berlalu, kuburan massal korban tsunami Aceh masih rutin didatangi peziarah. Selain keluarga korban, para peziarah merupakan masyarakat umum hingga warga negara asing (WNA), seperti dikutip dari Kompas.com (2/10/2010).

Para peziarah umum tersebut mayoritas pernah membantu penanganan, rehabilitasi, dan rekonstruksi Aceh pasca tsunami, sehingga memiliki ikatan emosional dengan peristiwa tersebut. Kegiatan ziarah di kuburan massal korban tsunami Aceh biasanya ramai dilakukan pada bulan Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha, dan peringatan peristiwa tsunami, atau 26 Desember.

Sejarah tsunami Aceh

Gelombang tsunami yang menyapu pesisir Aceh terjadi pasca gempa dangkal berkekuatan M 9,3 yang terjadi di dasar Samudera Hindia. Gempa yang terjadi, bahkan disebut ahli sebagai gempa terbesar ke-5 yang pernah ada dalam sejarah.

Kejadian itu terjadi pada hari Minggu, hari yang semestinya bisa digunakan oleh masyarakat untuk beristirahat, berkumpul bersama keluarga, dan menikmati libur akhir pekan bersama. Tapi tidak dengan Minggu saat itu, masyarakat justru harus berhadapan dengan alam yang tengah menunjukkan kekuatannya, sungguh kuat.

Mengutip DW (23/12/2014), tsunami Aceh didahului gempa yang terjadi pada pukul 07.59 WIB. Tidak lama setelah itu, muncul gelombang tsunami yang diperkirakan memiliki ketinggian 30 meter, dengan kecepatan mencapai 100 meter per detik, atau 360 kilometer per jam.

Gelombang besar nan kuat ini tidak hanya menghanyutkan warga, binatang ternak, menghancurkan pemukiman bahkan satu wilayah, namun juga berhasil menyeret sebuah kapal ke tengah daratan. Kapal itu ialah Kapal PLTD Apung yang terseret hingga 5 kilometer dari kawasan perairan ke tengah daratan.

Baca juga: Kenali gejala terbaru infeksi virus corona hasil mutasi

Tsunami Aceh bencana kemanusiaan terbesar

Sehari setelah kejadian, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bencana alam tsunami Aceh ini sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi. Sejak saat itu, bantuan internasional pun berdatangan untuk menolong masyarakat yang terkena bencana tsunami Aceh.

Termasuk pesawat militer dari Jerman hingga kapal induk milik Amerika Serikat didatangkan ke lokasi bencana. Selang beberapa hari dan proses pencarian korban terus digencarkan, PBB pada 4 januari 2005, mengeluarkan taksiran awal bahwa jumlah korban tewas akibat tsunami Aceh sangat mungkin melebihi angka 200.000 jiwa.

Berdasarkan Kompas.com (26/12/2020), jumlah korban dari peristiwa alam tsunami Aceh tersebut disebut mencapai 230.000 jiwa. Jumlah itu bukan hanya datang dari Indonesia sebagai negara terdampak paling parah, namun juga dari negara-negara lain yang turut mengalami bencana ini.

Editor: Adi Wikanto