Hari Ini, Tanjung Priok ditutup untuk hortikultura



JAKARTA. Setelah ditunda tiga bulan, akhirnya pemerintah secara resmi menutup Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta sebagai pintu masuk impor hortikultura, Selasa (19/6). Namun tidak semua impor hortikultura bakal ditahan, untuk negara berstatus Country Recognized Agreement (CRA) dan importir produsen tetap diperbolehkan menjadikan Tanjung Priok sebagai pintu masuk.

Kepastian itu diungkapkan Banun Harpini, Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian. "Tanjung Priok resmi ditutup pada 19 Juni 2012," katanya kepada KONTAN, Senin (18/6). Menurutnya, penutupan itu berdasarkan dua aturan impor baru, yaitu Permentan Nomor 42 Tahun 2012 tentang teknis dan tindakan karantina tumbuhan, buah-buahan, dan sayuran segar, juga Permentan Nomor 43 tahun 2012 tentang syarat dan tindakan karantina sayuran umbi lapis segar.

Dalam aturan itu, Banun mengatakan, negara bersertifikat CRA tetap diperbolehkan memasukkan produk sayur dan buah lewat Tanjung Priok. Tiga negara itu adalah Amerika Serikat (AS), Australia, dan Kanada. "Selandia Baru masih dalam proses, mungkin dalam waktu dekat akan keluar statusnya dan boleh masuk lewat Tanjung Priok," katanya.


Setelah Tanjung Priok ditutup, impor hortikultura hanya diperbolehkan lewat Pelabuhan Belawan Medan, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan

Makasar, serta Bandara Soekarno Hatta. Selain itu, tiga pelabuhan lain yang bisa menjadi pintu masuk adalah Pelabuhan Batam, Karimun, dan Bintan karena merupakan pelabuhan perdagangan bebas.

Sedangkan izin pintu masuk importir produsen lewat Tanjung Priok akan berlaku setelah aturan importir produsen dalam Permendag Nomor 30/2012 dan Permentan nomor 3/2012 berlaku pada 28 September 2012 mendatang.

Bob Budiman, Wakil Ketua Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia (Gisimindo) mengatakan, pemberlakukan aturan ini telah melanggar perjanjian World Trade Organization (WTO) yang melarang anggotanya melakukan distorsi pasar. Selain itu, ketentuan CRA juga dianggap diskriminasi.

Diskriminasi akan membahayakan posisi perdagangan Indonesia, jika China melakukan aksi balasan. "Impor hortikultura sekitar 70% dipenuhi dari China," katanya. Dia juga khawatir kelangkaan produk hortikultura karena produksi lokal baru bisa memenuhi 50% kebutuhan nasional.

Dia bilang, pengusaha dan masyarakat konsumen paling dirugikan dalam aturan ini. Pengusaha akan kehilangan potensi bisnis karena harus mengeluarkan biaya tinggi, sedangkan konsumen harus membayar tinggi karena harga mahal. "harga bisa naik sekitar 25% hingga 30%, misalnya anggur Mesir yang biasa dijual Rp 40.000 bisa naik menjadi Rp 52.000 per kg," kata Taufik Mampuk, Manager Impor PT Sarana Mitra Purnama.

Taufik mengklaim, pihaknya harus mengeluarkan biaya tambahan sekitar Rp 30 juta per kontainer untuk biaya sewa angkutan dan asuransi dengan aturan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri