Harita Group bangun smelter alumina



JAKARTA. Perusahaan pertambangan PT Harita Jaya Raya Group akan segera merealisasikan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit alias smelter alumina. Pertengahan bulan ini, pabrik pemurnian bijih alumina di bawah naungan PT Well Harvest Winning Alumina Refinery itu mulai dibangun.

Chief Executive Officer Harita Group, Lim Gunawan Hariyanto, menuturkan, pembangunan smelter alumina ini akan dilakukan dalam dua tahap. Untuk tahap pertama, "Rencana peletakan batu pertamanya dilakukan 17 Juli 2013, dan mulai berproduksi pada pertengahan 2015," kata Lim, Kamis (4/7).Sedangkan di tahap kedua, lanjut Lim, rencananya pembangunan pabrik dilakukan setahun setelah smelter tahap pertama beroperasi. Menurutnya, total kapasitas produksi pabrik pengolahan alumina yang menelan investasi hingga US$ 1 miliar ini mencapai 2 juta ton per tahun.

Dalam membangun smelter alumina ini, Harita berkongsi dengan perusahaan asal China, yaitu China Hongqiao Group Ltd. Dalam proyek ini, Harita menguasai 30% saham, sedangkan China Hongqiau Group Ltd menguasai mayoritas saham sebesar 70%.


Lim menuturkan, kelak sebagian besar produksi alumina yang dihasilkan oleh smelter ini akan dipasok untuk kebutuhan dalam negeri. Salah satunya akan digunakan untuk memasok kebutuhan bahan baku alumina bagi PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). "Bila ada sisa yang tidak terserap, baru kami ekspor," katanya.

Catatan saja, setelah proses pengambilalihan aset Inalum dari konsorsium Jepang, Pemerintah Indonesia akan menaikkan kapasitas produksi Inalum. Pada 2017, kapasitas produksi Inalum bakal naik menjadi 440.000 ton per tahun dari kapasitas produksi saat ini yang sekitar 240.000 ton per tahun.

Selain proyek smelter alumina, Lim bilang, PT Harita Jaya Raya Group juga membidik proyek pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di Maluku Utara. Menurutnya, smelter nikel di Maluku Utara ini nantinya berkapasitas sekitar 16.000 ton per tahun. Tapi, "Saat ini kami masih fokus ke proyek alumina," katanya.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Anshari Bukhari bilang, produksi alumina domestik saat ini baru sekitar 500.000 ton per tahun. Seluruh produksi ini terserap oleh PT Inalum untuk menghasilkan sekitar 240.000 ton aluminium ingot alias aluminium batangan.

Namun, kebutuhan aluminium ingot domestik mencapai 716.000 ton per tahun. Sehingga, sisanya harus diimpor. Nah, untuk menekan impor aluminium ingot, Anshari bilang, setidaknya dibutuhkan pasokan alumina 1,8 juta ton hingga 2,1 juta ton per tahun. "Dalam beberapa tahun ke depan, kebutuhannya akan terus meningkat," katanya.

Anshari memprediksi, pada 2017, kebutuhan aluminium ingot domestik mencapai 900.000 ton. Sehingga dibutuhkan pasokan alumina sekitar 2,7 juta ton per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi