KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan, revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50/2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik telah selesai di harmonisasi. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan, saat ini beleid tersebut sedang menunggu persetujuan dari Presiden Joko Widodo untuk diundangkan. "Revisi Permendag No.50 saat ini telah selesai dilakukan harmonisasi dan dalam tahap pengajuan persetujuan Presiden. Diharapkan segera diundangkan dalam waktu dekat," kata Isy kepada Kontan.co.id, Jumat (15/9).
Ia menerangkan, revisi tersebut menjadi upaya Kemendag dalam menata platform digital melalui penyempurnaan regulasi terkait perdagangan melalui sistem elektronik seperti revisi Permendag No 50. Adapun salah satu pengaturannya adalah mendefinisikan model bisnis perdagangan melalui sistem elektronik seperti market place, retail online, iklan baris online dan lain-lain.
Baca Juga: Pengaturan Social-Commerce Tunggu Revisi Permendag 50/2020 Di samping itu, Isy mengatakan, Kemendag juga berkolaborasi dengan Kementerian dan Lembaga (K/L) seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Koperasi dan UKM, Bea Cukai, Bank Indonesia, BPS, BKPM, dan lainnya terkait dalam rangka menata Penyelenggara Sistem Elektronik, sistem pembayaran, data, perpajakan, perijinan berusaha, dan lain-lain. Menurutnya, perdagangan melalui sistem elektronik sebenarnya sudah masuk dalam pengaturan dalam UU No.7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Namun, lantaran e-commerce bersifat dinamis maka diperlukan pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan juga Peraturan Menteri. "Mengingat e-commerce sifatnya dinamis, pengaturan lebih tepat dalam bentuk PP dan Permen. Untuk itu evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan terus dilakukan untuk membangun ekosistem e-commerce yang lebih baik," kata Isy. Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menilai transformasi digital di Indonesia belum mampu melahirkan ekonomi baru dan hanya menggantikan ekonomi lama. Hal ini terjadi karena transformasi digital di Indonesia hanya tumbuh pesat di sisi hilir, tetapi masih lemah di sisi produksi. Jadi hanya menambah faktor pembagi kue ekonomi.
Baca Juga: Kemendag Tegaskan Pasir Laut Masih Jadi Komoditas yang Dilarang Ekspor Buktinya, di e-commerce atau lokapasar semakin banyak pedagang baru bermunculan. Namun, pedagang ini tidak menjajakan barang hasil produksinya sendiri. Mereka murni berjualan barang hasil produksi orang lain. Imbasnya, ada pedagang yang omzetnya melesat, namun ada pula yang tergerus bahkan mati. Kondisi ini semakin diperparah lantaran muncul pedagang yang menjajakan produk impor. "Banjir produk impor murah yang dijual secara dumping di halaman depan telah membuat produk lokal sekarat. Apabila produksi kita hancur, pengangguran pasti meningkat dan berimbas pada turunnya daya beli dan menyebabkan pasar lesu. Padahal 97% lapangan kerja disediakan UMKM," ucap Teten dalam keterangan tertulis. Transformasi digital di sisi produksi bisa digenjot jika UMKM punya data yang holistik, salah satunya bisa memahami selera pasar dalam marketplace. "Data
is a new oil, new currency. Di era teknologi saat ini, penguasa data lah yang akan mengambil manfaat terbesar," ujarnya. Sayangnya, data-data tersebut dikuasai oleh platform
end to end global, mulai dari jejaring sosial, perdagangan, streaming, hiburan dan pembayaran. Karena punya data yang valid, platform end to end ini global ini bisa dengan mudah mengelola, mengarahkan algoritma yang lebih menguntungkan produk tertentu dan mendorong pengguna untuk berbelanja secara impulsif.
Baca Juga: Kemendag Tegaskan Pasir Laut Masih Jadi Komoditas yang Dilarang Ekspor "Akan sulit berharap UMKM kita dapat memahami secara utuh info selera pasar dalam marketplace, karena tidak adanya informasi yang diberikan dan bimbingan khusus terkait hal tersebut. Tidak cukup bagi UMKM kita mampu dapat bertahan, tumbuh berkelanjutan apabila hanya diberikan pelatihan cara berjualan di online," jelas Teten. Meski UMKM masih punya keterbatasan, namun pemerintah dan seluruh masyarakat tak boleh tinggal diam. Karena menciptakan ekonomi baru dengan inisiatif eksplorasi digitalisasi di sisi hulu sudah sangat urgent dilakukan. Seperti riset penggunaan Internet of Things (IoT) pengembangan komoditas unggulan domestik, untuk memperkuat strategi hilirisasi atau implementasi blockchain di sektor pertanian "Ekonomi digital untuk UMKM bukan hanya sekedar onboard di lokapasar, membuat pelatihan dan lomba. Transformasi digital memang suatu keharusan. Hanya perlu dinavigasi dengan benar agar disrupsinya lebih moderat. Itu yang menjadi tugas regulator," tutup Teten. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari