Hartati Murdaya Divonis 2 tahun 8 bulan penjara



JAKARTA. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan penjara terhadap Siti Hartati Murdaya, terdakwa perkara dugaan penyuapan pengurusan hak guna usaha di Buol. Vonis dibacakan, Senin (4/2), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. "Menyatakan terdakwa Siti Hartati Murdaya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan menghukum terdakwa dua tahun dan delapan bulan, pidana denda Rp 150 juta, apabila tidak dipenuhi, diganti dengan tiga bulan kurungan," ujar ketua majelis hakim. Gus Rizal, saat membacakan vonis. Sebelumnya, tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut agar Hartati dijatuhi hukuman lima tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan.

Selaku Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP), Hartati dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.

Menurut jaksa, berdasarkan fakta persidangan, Hartati terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sesuai dengan dakwaan pertama. Pasal tersebut memuat ancaman hukuman pidana maksimal lima tahun penjara.


Jaksa menilai, pemberian uang senilai total Rp 3 miliar tersebut merupakan "barter" karena Amran telah menandatangani surat-surat terkait perizinan lahan seperti yang diminta Hartati. Pemberian uang pun direalisasikan dalam dua tahap, yakni pada 18 Juni 2012 senilai Rp 1 miliar melalui anak buah Hartati, Arim, dan Yani Anshori; serta pada 26 Juni sebesar Rp 2 miliar melalui Gond Sudjono dan Yani. Adapun Yani dan Gondo sudah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu.

Hartati, dalam pledoi (nota pembelaannya) yang dibacakan dalam persidangan sebelumnya, meminta dibebaskan. Dia berdalih uang Rp 3 miliar yang diberikan kepada Amran bukanlah suap, melainkan bantuan dana kampanye Pemilihan Kepala Daerah Buol 2012. Saat itu, Amran tengah maju sebagai calon petahana.

Hartati berkilah pemberian uang tidak berkaitan dengan kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan karena, menurutnya, PT HIP sebenarnya tidak membutuhkan izin yang ditandatangani Amran seusai pemberian uang tersebut. (Dian Maharani/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: