Harum cokelat memikat investor



JAKARTA. Industri pengolahan biji cokelat makin seksi. Penerapan bea keluar (BK) biji kakao mulai April 2010 berhasil mendongkrak investasi baru pada industri kakao dan cokelat dalam negeri.

Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) memperkirakan, setahun terakhir paling tidak ada US$ 158,07 juta investasi baru dari 14 perusahaan pengolahan kakao. "Investasi ini juga berhasil menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat," kata Piter Jasman, Ketua Umum AIKI kepada KONTAN, Jumat (24/6).

Menteri Perindustrian, MS Hidayat menjelaskan, investasi baru ini telah menambah kapasitas pabrik menjadi 430.950 ton. Jumlah ini meningkat 57,9% dari 272.875 ton tahun lalu. Investasi baru itu juga ikut mengerek kapasitas terpasang industri pengolahan kakao nasional tahun ini menjadi 689.750 ton. Kapasitas ini meningkat 29,7% dari kapasitas tahun lalu yang sebesar 531.675 ton. "Penerapan BK membuat industri yang sebelumnya mati suri kini bangkit," kata Hidayat.


Selain mendorong pabrikan lokal, menurutnya penerapan BK juga berhasil mengundang investor asing. Ambil contoh PT Asia Cocoa Indonesia yang baru mendirikan pabrik di Batam.

Ekspor turun

Di sisi lain, BK pun berhasil menekan ekspor biji kakao. Data Kementerian Perindustrian menunjukan, volume ekspor biji kakao tahun 2010 turun 2% dari 439.300 ton menjadi 432.426 ton.

Namun, meski volume ekspor menurun, tapi harga kakao yang meningkat membuat nilai ekspor kakao tetap melejit. Tahun lalu, nilai ekspor kakao mencapai US$ 1,19 miliar, tumbuh 10% dari US$ 1,09 miliar pada tahun 2009.

Sebaliknya, volume ekspor kakao olahan mengalami peningkatan sebesar 26% dari 81.993 ton pada tahun 2009 menjadi 103.055 ton tahun lalu. Praktis hal ini membuat nilai ekspor pengolahan kakao juga membumbung 38%.

Wajar saja bila pemerintah giat menggenjot investasi pengolahan kakao. Sebab, International Cocoa Organization (ICCO) mencatat Indonesia sebagai produsen kakao terbesar ketiga di dunia. Tahun lalu produksi kakao Indonesia mencapai 550.000 ton.

Indonesia hanya kalah dari Pantai Gading yang memproduksi 1,24 juta ton dan Ghana 632.000 ton. Sayangnya, sebagian besar biji kakao Indonesia masih diekspor. Sementara yang diolah di dalam negeri hanya 28%. "Agar pengolahan kakao terus tumbuh, kami juga tengah menyiapkan revisi PP No. 62/2008 tentang Insentif Pajak Penghasilan," lanjut Hidayat.

Setali tiga uang, Piter pun optimistis investasi kakao terus bertumbuh. Buktinya, beberapa investor asing sudah menyatakan minatnya membangun pabrik kakao tahun 2012. Investasi baru itu di antaranya pembangunan pabrik pengolahan berkapasitas 30.000 ton per tahun di

Surabaya oleh investor Malaysia dan pabrik berkapasitas 60.000 ton per tahun oleh investor Swiss. "Peningkatan investasi ini seiring dengan konsumsi kakao dunia yang meningkat 5% per tahun," papar Piter. Ia pun memprediksi, produksi kakao nasional tahun 2014 akan mencapai 1,2 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can