Harum Energy (HRUM) Absen Bagikan Dividen, Ini Alasannya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Harum Energy Tbk (HRUM) absen membagikan dividen dari laba bersih tahun buku 2023. Emiten tambang batubara dan nikel ini ingin memperkuat kas untuk mengantisipasi kebutuhan investasi dan membiayai proyek ekspansi.

Direktur Utama Harum Energy Ray Antonio Gunara mengungkapkan keputusan untuk tidak membagi dividen mempertimbangkan kebutuhan kas HRUM untuk tahun 2024 dan ke depannya. Langkah ini pun mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar Jumat (7/6).

"RUPST memutuskan tidak membagikan dividen tunai dari laba tahun buku 2023, karena adanya kebutuhan kas di tahun 2024 dan ke depannya. Sehubungan dengan investasi atau proyek-proyek yang sedang dikerjakan," ungkap Ray dalam paparan publik yang digelar secara virtual, Jumat (7/6).


Sekadar mengingatkan, pada tahun 2023 lalu HRUM meraih laba bersih senilai US$ 151,04 juta. Keuntungan HRUM menyusut 49,94% dibandingkan laba bersih tahun 2022 yang kala itu menyentuh US$ 301,75 juta.

Baca Juga: Pioneerindo Gourmet (PTSP) Incar Pertumbuhan Penjualan 12% pada 2024, Ini Strateginya

Ray mengatakan, HRUM mencadangkan laba bersih tahun 2023 untuk memperkuat permodalan dalam menggarap agenda ekspansi, khususnya di segmen nikel. Salah satu proyek yang sedang dibangun adalah smelter nikel PT Blue Sparking Energy (BSE).

Konstruksi proyek smelter nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) ini ditargetkan rampung pada akhir tahun 2025, dan bisa berproduksi komersial pada kuartal I-2026. Estimasi nilai investasi untuk proyek ini maksimal mencapai US$ 2 miliar.

Adapun, HRUM memiliki 51% saham di BSE.

"Kami masih memerlukan tambahan biaya yang cukup besar. Sejauh ini Perseroan sudah melakukan investasi sebesar US$ 500 juta," ungkap Ray.

Guna menopang proyek tersebut, Ray membeberkan pada tahun ini HRUM menyiapkan anggaran investasi dan belanja modal (capex) sebesar US$ 687 juta. Sekitar 95% akan dipakai untuk pengembangan bisnis nikel yang sudah ada, dan sisanya akan dipakai untuk bisnis batubara.

"Realisasi belanja modal dapat berubah tergantung pada kondisi pasar, ketersediaan dana dan perubahan jadwal konstruksi proyek atau investasi baru," terang Ray.

Setelah sebelumnya cukup agresif mengambil alih atau menambah kepemilikan saham di perusahaan nikel, Ray memberikan sinyal pada tahun ini HRUM akan mengerem akuisisi. Dus, HRUM akan lebih fokus menggelar ekspansi pada portofolio aset yang sudah ada.  

Terutama ekspansi kapasitas nikel untuk proses hilirisasi, sehingga bisa mendiversifikasi produk nikel turunan.  Ray bilang, HRUM ingin terlebih dulu fokus merampungkan proyek yang sedang berjalan seperti smelter BSE.

Baca Juga: Indo Oil Perkasa (OILS) Bidik Penjualan Tumbuh 15% Menjadi Rp 690 Miliar pada 2024

Kemudian, mengoptimalkan kapasitas smelter nikel matte yang baru beroperasi Maret 2024 lalu di bawah PT Westrong Metal Industri (WMI). Sebelumnya, HRUM telah meningkatkan kepemilikan di WMI dari 20% menjadi 80,7% dengan nilai investasi sebesar US$ 215 juta.

Saat ekspansi rampung, HRUM membidik total produksi nikel sebanyak 151.000 ton per tahun. Terdiri dari 56.000 ton nikel matte dari smelter WMI, 67.000 ton nikel dari smelter BSE dan 28.000 nickel pig iron dari smelter PT Infei Metal Industry yang telah beroperasi sejak April 2022.

"Kami belum memiliki rencana untuk melakukan akuisisi tambahan lagi dalam waktu dekat. Fokus menyelesaikan konstruksi agar bisa selesai tepat waktu dan operasional WMI agar produksinya bisa sejalan dengan kapasitas terpasang," tandas Ray.

Sementara itu, dari sisi pergerakan saham, harga HRUM ambles 6,30% ke level Rp 1.115 per saham pada perdagangan Jumat (7/6). Harga saham HRUM telah mengakumulasi pelemahan 16,48% secara year to date.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi