JAKARTA. Kisruh transaksi jual beli batubara PT Garda Tujuh Buana Tbk (GTBO) masih menyisakan tanda tanya. Audit laporan kinerja mereka per September 2012 hanya mengubah susunan kata, tidak pada nilainya. Lihat saja, pos pendapatan GTBO pasca audit masih sebanyak Rp 1,52 triliun atau naik 819,41%% dari periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 164,84 miliar. Hanya saja, mereka memecahnya menjadi dua penerimaan. Pertama, pendapatan dari hasil penjualan kepada Agrocom Ltd senilai Rp 804,41 miliar. Kedua, penjualan hak prioritas kepada institusi sama asal Dubai Uni Emirat Arab itu.Padahal, dalam pernyataan manajemen GTBO sebelumnya, perubahan kontrak penjualan batubara dalam laporan keuangannya per September yang belum diaudit , akan menyusutkan pendapatannya senilai Rp 711,15 miliar. Dana itu rencananya akan dipisahkan dari pos pendapatan menjadi pendapatan dibayar dimuka (unearned revenue) dalam kolom kewajiban lancar (current liabilities).Kisruh ini terjadi setelah kontrak penjualan batubara GTBO menyebut adanya hak bagi pihak pembeli untuk menggunakan jasa kontraktor sendiri untuk menambang batubara di area milik GTBO. Akibat klausul ini, harga jual batubara mereka menjadi hanya US$ 25 per ton dari seharusnya US$ 40 per ton.Analis Panin Sekuritas, Fajar Indra, berpendapat, secara struktur laporan keuangan GTBO tidak ada perubahan signifikan. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh GTBO sebagai pemegang izin usaha pertambangan (IUP) adalah menjual haknya untuk mengeksploitasi batubara dalam jumlah tertentu. Dalam kasus ini, GTBO menjual 10 juta ton kepada Agrocom Ltd dengan imbalan pembayaran secara kas di muka. Managing Partner Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe menilai, transaksi yang dilakukan GTBO kurang lazim. "Biasanya pembeli batubara tidak terlibat dalam penggalian dan pengiriman batubara. Aksi GTBO ini berada dalam wilayah yang abu -abu dalam aturan hukum Indonesia," ujarnya. Logika yang terbentuk, lanjut Kiswoyo, sama saja seperti Agrocom Ltd membeli IUP GTBO.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Hasil audit GTBO tak bawa perubahan signifikan
JAKARTA. Kisruh transaksi jual beli batubara PT Garda Tujuh Buana Tbk (GTBO) masih menyisakan tanda tanya. Audit laporan kinerja mereka per September 2012 hanya mengubah susunan kata, tidak pada nilainya. Lihat saja, pos pendapatan GTBO pasca audit masih sebanyak Rp 1,52 triliun atau naik 819,41%% dari periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 164,84 miliar. Hanya saja, mereka memecahnya menjadi dua penerimaan. Pertama, pendapatan dari hasil penjualan kepada Agrocom Ltd senilai Rp 804,41 miliar. Kedua, penjualan hak prioritas kepada institusi sama asal Dubai Uni Emirat Arab itu.Padahal, dalam pernyataan manajemen GTBO sebelumnya, perubahan kontrak penjualan batubara dalam laporan keuangannya per September yang belum diaudit , akan menyusutkan pendapatannya senilai Rp 711,15 miliar. Dana itu rencananya akan dipisahkan dari pos pendapatan menjadi pendapatan dibayar dimuka (unearned revenue) dalam kolom kewajiban lancar (current liabilities).Kisruh ini terjadi setelah kontrak penjualan batubara GTBO menyebut adanya hak bagi pihak pembeli untuk menggunakan jasa kontraktor sendiri untuk menambang batubara di area milik GTBO. Akibat klausul ini, harga jual batubara mereka menjadi hanya US$ 25 per ton dari seharusnya US$ 40 per ton.Analis Panin Sekuritas, Fajar Indra, berpendapat, secara struktur laporan keuangan GTBO tidak ada perubahan signifikan. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh GTBO sebagai pemegang izin usaha pertambangan (IUP) adalah menjual haknya untuk mengeksploitasi batubara dalam jumlah tertentu. Dalam kasus ini, GTBO menjual 10 juta ton kepada Agrocom Ltd dengan imbalan pembayaran secara kas di muka. Managing Partner Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe menilai, transaksi yang dilakukan GTBO kurang lazim. "Biasanya pembeli batubara tidak terlibat dalam penggalian dan pengiriman batubara. Aksi GTBO ini berada dalam wilayah yang abu -abu dalam aturan hukum Indonesia," ujarnya. Logika yang terbentuk, lanjut Kiswoyo, sama saja seperti Agrocom Ltd membeli IUP GTBO.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News